Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2011

take and give, harusnya.

Ouh iya sebelum saya memulai melanjutkan tulisan ini, saya ingin memberitahu bahwa isi tulisan ini berisi racauan yang dikombinasikan dengan rasa kesal. Saya tau bahwa saya bukan seseorang dengan title “sempurna” dijidat. Saya sangat sadar itu. Dan saya pun tidak berhak untuk meminta orang-orang yang sempurna agar berteman atau berelasi lebih intim dengan saya. Oh maaf, memang tidak ada orang yang sempuran di dunia ini (untuk saat ini) bukan berarti itu dijadikan alasan untuk tidak bisa berubah. Berubah bukan hal yang mudah, dan lagi-lagi seberapa besar daya saya untuk menyuruh berubah untuk seorang Agung? Saat saya sedang berada di titik jenuh atau titik puncak, saya sangat membutuhkan seseorang untuk sekedar berkeluh kesah mungkin 5 sampai 10 menit, harapan saya dari berkeluh kesah tersebut adalah agar dapat menyalurkan atau meringankan beban yang terasa berat tersebut. Tentu saya pun mengharapkan respon yang baik dan orang yang benar-benar menyimak curhatan saya. Bukan dengan me

Cuman Ingin Bercermin pada Batu

Ibaratnya, kamu telah divonis sebuah penyakit yang sebentar lagi akan membuatmu hilang dari dunia ini. Ibaratnya Aku pun mendapat vonis serupa. Kamu terus menguntai senyuman, satu demi satu. Kamu tertawa dan bercanda dalam ragu yang menyiksa hatimu perlahan. Ibaratnya kini Aku telah menyandarkan separuh rangkaian kata yang Aku miliki. Mungkin hanya itu yang Aku miliki dan Aku berani mempertaruhkan setengahnya untukmu. Kamu menggapai pijakan yang Aku tinggalkan, tipis, tapi Kamu menemukannya tanpa ragu. Ibaratnya vonis tersebut semakin mendekati kita, kita tau bahwa cepat atau lambat keraguan ini akan memperdalam rasa sakitnya. Kita sama-sama setuju, untuk tidak memikirkan akhirnya. Meskipun tetap saja terselip di tiap genggaman yang Kamu berikan. Rasanya kita telah lelah bercermin, lelah mengetahui bahwa kita tidak akan pernah berjalan terlalu jauh. Meskipun pikiran kita telah sampai disana. Ibaratnya kini kita mencari sebuah cermin yang tidak memantulkan kenyataan. Mungkin kita harus

2 tahun, record and save

Sebenarnya blog saya berulang tahun bulan februari kemarin, agak telah sih, cuman saya jadi ingin membahas apa saja yang terjadi 2 tahun dengan blog ini. Bisa dibilang ini adalah blog terawet yang pernah saya buat. Saya jadi ingat ketika SMA kelas 1 membuat blog, lalu hanya mengisi satu posting dan ditinggalkan begitu saja. Lalu tiba-tiba teman SMP saya menyarankan saya untuk membuat blog di multiply, bertahan cukup lama namun di MP saya kurang leluasa mengatur tata letak blog. Saat duduk di bangku perkuliahan, karena terinspirasi oleh seorang teman akhirnya saya membuat blog di blogspot. Awalnya saya berniat untuk membedakan porsi di blogspot dan di multiply, tapi pada akhirnya blog di MP yang terbengkalai. Kenapa repot-repot membuat blog? Apakah ada manfaatnya secara personal? Saya jawab sangat bermanfaat bagi saya sendiri (karena saya sangat ragu apakah blog ini bermanfaat bagi orang lain, mengingat blog ini hanya berisi cerita-cerita pribadi). Lewat blog saya bisa bercerita apapun

You know me so... Bad

“And now, You know everything about me” “Tentu saja, karena Aku banyak bertanya bukan?” “Kamu ini seorang detektif atau apa?” “Kamu berpikir terlalu jauh, Aku hanya ingin mengenal dirimu selengkapnya” “Ouh Aku terharu mendengarnya” Mereka terdiam sejenak, memandangi satu sama lain. Tangan keduanya saling menggenggam. “Tapi kamu hanya tau sedikit tentang Aku kan?” “Hmm, karena Kamu sulit untuk becerita” “Bukan, karena Kamu tidak pernah bertanya” “Benarkah?” “Aku hanya menarik kesimpulan sementara dan berpikir baik, bahwa Kamu adalah tipe orang dengan rasa penasaran yang tidak terlalu tinggi atau mungkin Kamu memang tidak peduli” “Hmm, tapi Aku selalu berusaha untuk mengenal Kamu” “Dengan cara apa? Lewat cara Aku mendengarkan Kamu?” “Kamu kan calon Psikolog, artinya harus terbiasa mendengarkan bukan?” “Betul, tapi itu artinya Aku akan menganggap Kamu sebagai klien” “Sekarang Aku ingin bertanya tentang Kamu, boleh?” “Silahkan..” “Do you love me?” “

The highest level of relationship

Apa level tertinggi dari suatu hubungan? Cinta? Saya jadi sedikit berpikir mengenai hal itu. Apakah tujuan kita dalam menjalin suatu hubungan? Apakah tujuan kita untuk menikah? Saya pernah berbincang dengan salah satu teman saya mengenai married without sex apa rasanya, apakah bisa bertahan atau tidak. Padahal kan katanya cinta, sayang, and so on. Tapi saat kita dihadapkan pada pertanyaan, kamu mau sebuah kondisi married without sex? There’s just only love. Saya mendengar salah satu dosen saya berkata bahwa cinta itu adalah hal spiritual. Kalau kontak fisik itu bukanlah hal yang bisa disangkutpautkan dengan cinta. Lho itu kan ekspresi dari cinta bukan? Tanya lagi how many percent love, and how many percent lust? Saya bukan seorang Freudian yang sangat concern mengenai libido, tapi saya jadi berpikir begini, apakah tujuan akhir dari suatu hubungan adalah tempat tidur? Terlalu dangkal untuk menyimpulkan hal itu, tapi banyak orang yang dengan embel-embel cinta harus sampai berkorban