Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2010

Cerita Sebelum Liburan

Tidak terasa hari yang telah saya nanti-nanti akan tiba. Yap trip ke Lombok beserta Bali didalamnya. Rencana yang telah dirancang setahun yang lalu. Yang awalnya akan berangkat ber-9 orang menjadi hanya ber-4. Setelah berbagai gejolak yang terjadi selama setahun ini ternyata hanya 4 orang yang tersisa. Mungkin awalnya sempat pesimis untuk berangkat dengan jumlah orang yang sedikit dan uang yang belum juga terkumpul. Tapi setelah dipikirkan matang-matang perjalanan ini Insya Allah akan berlangsung. Selama menunggu hari H saya hanya menghabiskan waktu di rumah. Bosan, tidak juga, atau mungkin belum kali ya. Saya masih menikmati aktivitas rumah. Apalagi jalanan yang macet terus menerus membuat saya malas keluar rumah. Paling sesekali untuk menonton di bioskop. Saya bahkan sampai hapal dengan berita-berita di TV dan hampir semua iklan TV. Ditengah-tengah aktivitas saya menonton pertandingan yang menyebalkan dari Inggris vs Jerman. Saya mendapat SMS. Inti dari SMS itu adalah jodoh-menjodohk

Review : Toy Story 3

Hamm the Piggy Bank : This is the perfect time to be hysterical. Rex the Green Dinosaur : Should we be HYSTERICAL ? Knockout! Itulah kata yang terlintas di pikiran saya setelah menonton film ini. Setelah sukses dengan dua film terdahulunya Toys Story hadir lagi tahun ini. “The Great Escape”, yang memang inti cerita dari film ini adalah aksi kabur yang dilakukan oleh para mainan-mainan milik Andy. Cerita berawal ketika Andy yang akan memasuki bangku kuliah harus meninggalkan rumah. Sebelum berangkat ia memasukan mainan-mainan waktu kecilnya ke dalam sebuah kantung plastic besar, kecuali Woody, untuk disimpan ke dalam loteng rumahnya. Namun ternyata terjadi salah paham, mainan-mainan Woody malah mengira bahwa mereka akan dibuang ke tempat sampah. Akirnya mereka pun berusaha kabur dari kantung itu dan masuk ke dalam sebuah kardus mainan yang akan di sumbangkan ke tempat yang bernama Sunnyside . Ternyata tempat itu tidak senyaman yang mereka pikirkan. Sehingga pada akhirnya

Noraknya Nyalon

Pergi ke salon sebenarnya adalah salah satu hal yang sedikit tabu bagi saya. Karena saya sudah lama sekali tidak pergi kesana. Kalau waktu SD saya selalu dibawa ke salon untuk memotong rambut, saat SMP saya mulai pergi ke tukang cukur. Salon memang sangat identik dengan tempatnya perempuan. Tapi jaman sekarang sih banyak salon-salon yang memang diperuntukan untuk laki-laki dan perempuan atau bahkan ada salon khusus laki-laki. Sejak SMA kelas 3 saya agak-agak anti pergi ke tukang cukur. Pengalaman saya selalu buruk pergi ke tukang cukur, kuping saya pernah tergunting sampai berdarah sampai-sampai hasil rambut yang selalu dipotong kependekan. Jadi saya lebih memilih meminta tolong pada Ibu saya untuk memotong rambut atau kakak saya yang bisa memotong rambut. Belakangan Ibu saya tidak mau lagi memotong rambut saya karena takut tangannya terluka dan tidak bisa sembuh (diabetes). Kakak saya suka sulit untuk dimintai bantuan. Rambut saya semakin panjang, Ibu saya semakin geram melihat

That's way I Love Documenter! (part 2)

Selain mengalami penolakan dari dua intansi karena alasan yang "sedikit" tidak jelas. Banyak hal-hal menarik yang mebuat saya sangat puas dan senang dengan hasil syuting dokumenter kali ini. Saya menemukan kisah-kisah hidup orang lain yang tidak terduga. Saya mendengar berpuluh kalimat keluh kesah, saya banyak mendengar berpuluh harapan, saya mendengar berpuluh cerita, dan semuanya menarik untuk dicerna. Kadang kita sering menutup sebelah mata pada orang-orang disekitar kita. Saya pun begitu, saya akui saya kurang peduli dengan pedagang-pedagang kecil, pengamen-pengamen, klub-klub sepak bola yang kecil, tukang taksi ilegal, dan banyak hal lainnya. Setelah mengalami pengalaman yang luar biasa saya berhasil saya rangkum dalam kepala saya, Mereka juga punya cerita! Saya pinjam sebuah quote dari kakak tingkat saya, satu kepala, satu karakter, satu cerita. Dan itu benar-benar terbukti ketika saya mendengar seorang pelatih sepak bola yang ingin kuliah tapi dia tidak terlalu pintar

That's way I Love Documenter! (part 1)

Bikin film dokumenter itu susah-susah gampang. Gampangnya ga usah bikin skrip panjang-panjang, ga perlu kru banyak-banyak modal kamera juga jadi, bisa improvisasi sebanyak-banyaknya. Susahnya, nemu orang yang pas sama tema, menggali pertanyaan sedalam-dalamnya, mati gaya, dan yang terakhir DITOLAK mentah-mentah sama orang-orang yang diminta wawancara. Hari ini saya dan teman saya sedang mencoba membuat sebuah film dokumenter. Film dokumenter ini hanya mengisi waktu luang dan iseng-iseng berhadiah. Padahal tidak ada lomba tidak ada event apapun juga. Cuma saya kangen berat untuk membuat film dokumenter. Dan ternyata salah satu teman saya juga mempunyai keinginan yang sama, dan akhirnya kita memutuskan untuk merealisasikannya. Entah sejak kapan saya jatuh cinta pada film dokumenter. Padahal saya tidak terlalu sering menonton dokumenter karena banyak film dokumenter yang menggunakan bahasa tingkat tinggi dan dikemas agak berat. Dulu saya sempat terpikir untuk membuat sebuah dokumenter ya