Langsung ke konten utama

That's way I Love Documenter! (part 2)

Selain mengalami penolakan dari dua intansi karena alasan yang "sedikit" tidak jelas. Banyak hal-hal menarik yang mebuat saya sangat puas dan senang dengan hasil syuting dokumenter kali ini. Saya menemukan kisah-kisah hidup orang lain yang tidak terduga. Saya mendengar berpuluh kalimat keluh kesah, saya banyak mendengar berpuluh harapan, saya mendengar berpuluh cerita, dan semuanya menarik untuk dicerna.

Kadang kita sering menutup sebelah mata pada orang-orang disekitar kita. Saya pun begitu, saya akui saya kurang peduli dengan pedagang-pedagang kecil, pengamen-pengamen, klub-klub sepak bola yang kecil, tukang taksi ilegal, dan banyak hal lainnya. Setelah mengalami pengalaman yang luar biasa saya berhasil saya rangkum dalam kepala saya, Mereka juga punya cerita!

Saya pinjam sebuah quote dari kakak tingkat saya, satu kepala, satu karakter, satu cerita. Dan itu benar-benar terbukti ketika saya mendengar seorang pelatih sepak bola yang ingin kuliah tapi dia tidak terlalu pintar (lagi-lagi nasib yang ditengah-tengah). Atau kisah seorang ibu-ibu tua yang harus menghidupi kehidupannya setelah suaminya meninggal. Atau seorang pedagang ayam di depan Braga yang tidak sengaja dibawa ke Bandung dan jatuh cinta pada Bandung. Dan pengamen yang kabur dari rumahnya sejak umur 9 tahun ternyata menemukan makna hidup yang sulit dimengerti orang lain.

Menurut saya kisah-kisah mereka sangat super. Saya jadi melihat realitas yang ada di kota ini. Bandung dengan segala gemerlapnya dan dengan perilaku anak mudanya yang konsumtif (termasuk saya). Tetapi Bandung tetap memberi kebahagian tersendiri bagi penduduknya.

"Bandung itu ngangenin!" kata salah satu mahasiswa Fikom Unpad.

Sekarang yang harus saya lakukan adalah banyak-banyak bersyukur akan hidup, hal itu harus terus dilakukan lagi-lagi. Dan membuat hidup saya dan orang-orang sekitar menjadi lebih baik lagi. Bahagia bersama-sama, suatu saat nanti. Amien.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Solo Traveling (part 1)

Hei apa kabar my dearest blog? Wah sudah dua tahun ya tidak ada posting sama sekali di blog ini. Bukan tidak ingin untuk menulisa lagi, hanya saja hmmmmm. Okey mari kita lewati memberikan berbagai macam alasan untuk tidak menulis, sekarang saya akan sedikit memberikan pengalaman saya seputar jalan-jalan. Rasanya sudah cukup lama sih tidak menulis sesuatu yang bersifat informatif di blog ini. Tulisan-tulisan terakhir saya berisi cerita-cerita fiksi, keluh kesah, puisi, dan hal-hal yang mungkin kurang informatif dan bermanfaat (tapi cukup menghibur kan?). Bukan sok nasionalis sih, tapi emang Indonesia itu negara yang luas dan punya banyak sekali tempat-tempat yang bisa dikunjungi.   Saya tiba-tiba baru sadar bahwa saya sudah terlalu sering jalan-jalan. Memang sih saya belum bisa dikategorikan sebagai backpacker sejati atau traveler akut. Apalagi kalau mau adu jumlah negara yang dikunjungi, duh saya masih cupu sekali. Selain karena waktu dan ehem budget, saya lebih fokus u

Review: The Other Boleyn Girl

I give 4,5 star from 5 for this movie. Wow. Satu lagi jajaran film yang masuk film kategori “sangat bagus” menurut saya. Saya baru berkesempatan menonton film ini hari ini. Dan ternyata tidak pernah ada kata terlambat untuk film bagus. Ceritanya sendiri sangat complicated, bukan sekedar cinta, tapi juga melibatkan nafsu, ambisi, politik, humanity, dan berbagai kata lain yang akan muncul setelah saya menonton film ini.Film ini sendiri diangkat dari sebuah novel dengan judul yang sama karangan dari Philippa Gregory. Saya sebenarnya agak kebingungan apakah ini kisah nyata atau hanya fiksi sebagaian berkata ini fiksi namun ada beberapa hal yang memang bersumber dari sejarah Inggris. Tapi kali ini saya bukan mau concern ke sejarahnya melainkan ke film nya (tapi penasaran dengan sejarah aslinya). Film ini sendiri bukanlah film yang baru sudah ada dari tahun 2008 di luar negeri sana. Saya kurang tau nasib film ini di Indonesia, apa sudah beredar atau tidak. Film ini bercerita tentang sebuah

8 Hari Jelang Premiere

Ternyata saya mengalami ketakutan luar biasa jelang premiere. Takut kalau filmnya malah dihujat orang, takut kalau dengar selentingan "Ih filmnya ga banget deh". Takut juga denger "Duh Sutradaranya payah nih". Dan komentar-komentar lainnya yang bisa menyayat hati. Sumpah. Ini baru pertama kalinya film pendek yang saya sutradarai di putar secara umum. Dan ternyata rasanya lebih fantastis. saya malah jadi takut jangan-jangan tidak ada yang mau nonton film "Senja" lagi. Wajarkan ya kalau sutradara amatir semacam saya mengalami kegugupan ini? Mudah-mudahan saja semua berjalan lancar. Acaranya banyak yang datang dan tidak mengecewakan. Amien