Langsung ke konten utama

Delapan Belas



Dua ribu delapan belas. Waktu berlalu cepat ya? Pernah ga sih tiba-tiba kepikiran,  kok udah tahun 2018 aja? Saya baru saja terpikir soal ini setelah beberapa hari terlewati di tahun 2018 ini. Saya iseng-iseng browsing mengenai beberapa hal, sampai akhirnya mampirlah lagi ke blog ini. Blog yang berkali-kali diberikah harapan dan janji untuk diurus dengan baik, nyatanya tidak karena alasan klise yaitu tidak sempat. Sejujurnya banyak sekali yang ingin saya tulis dan bagi soal pemikiran-pemikiran saya yang sering kali absurd dan sulit dimengerti banyak orang, soal jalan-jalan ke beberapa tempat, soal pekerjaan, dan persoalan hidup lainnya. Sayangya saya selalu berlindung di alasan yang sama yaitu tidak sempat, klise.

Okay, yang satu ini sungguh tidak klise. 2017 merupakan tahun terberat, terumit, tergila, mungkin ternekat dalam kurun 10 tahun terakhir.  Yang pasti, tahun kemarin akhirnya terlewati juga. So relieve. Tahun kemarin saya mengalami banyak pergulatan hidup. Satu keputusan berdampak ke keputusan lainnya dan kemudian begitu seterusnya. Untuk orang-orang keras kepala seperti saya, benturan keras berkali-kali mungkin baru berdampak dibandingkan dengan nasihat-nasihat. Bukan mengatakan bahwa saya selalu benar, rasanya justru saya membuat kesalahan yang berulang-ulang. Lagi dan lagi, tidak kapok-kapok. Istilah kerennya untuk menggambarkannya adalah quarter life crisis.

Krisis, hal yang paling tepat menggambarkan dua tahun belakangan. Kalau saya telusuri lagi, mungkin ini manifestasi dari belasan tahun hidup yang sudah saya jalani seketika meledak. Beberapa teman saya berpikiran saya agak sedikit gila, labil, hingga kurang bersyukur. Saya tidak mengelak ketika beberapa sahabat saya mengatakan hal itu. Mereka ada benarnya. Bisa jadi sangat benar sih. Dan saya sangat berterima kasih kepada mereka-mereka yang bisa bertahan bersahabat dengan saya sejauh ini. A true friend accept you who you are, but also helps you become who you should be, katanya sih gitu. Saya juga jadi paham soal orang-orang yang baik pada saya ketika saya menjabat sesuatu, saya pikir orang-orang seperti itu tidak ada lho dan cuma ada di cerita-cerita.Yeah I’m too naive sometimes.

Apresiasi terbesar saya tentu pada keluarga, Mama terutama. Saya sangat beruntung memilikinya dan menjadi anaknya.  Beliau selalu yakin ya minimal berusaha yakin atas semua yang saya pilih.
Mau dibilang anak Mama pun, I don’t care, karena ya emang bener kalau bukan anak siapa coba?

Paragraf terakhir, walaupun posting ini lebih seperti ucapan terima kasih atas suatu penghargaan dan tidak berfaedah bagi orang lain tapi saya harus post tulisan ini, as reminder. Saya terpikir untuk membagi bulat-bulat mengenai apa yang sudah saya alami terutama dari sisi perjalanan pendidikan hingga karir, mungkin suatu hari harus dibagikan sih. Mungkin, tidak ada prestasi berarti yang saya miliki 2 tahun belakangan ini, tapi banyak hal yang justru saya dapatkan dan itu lebih dari sebuah piagam. Thank God for everything.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Solo Traveling (part 1)

Hei apa kabar my dearest blog? Wah sudah dua tahun ya tidak ada posting sama sekali di blog ini. Bukan tidak ingin untuk menulisa lagi, hanya saja hmmmmm. Okey mari kita lewati memberikan berbagai macam alasan untuk tidak menulis, sekarang saya akan sedikit memberikan pengalaman saya seputar jalan-jalan. Rasanya sudah cukup lama sih tidak menulis sesuatu yang bersifat informatif di blog ini. Tulisan-tulisan terakhir saya berisi cerita-cerita fiksi, keluh kesah, puisi, dan hal-hal yang mungkin kurang informatif dan bermanfaat (tapi cukup menghibur kan?). Bukan sok nasionalis sih, tapi emang Indonesia itu negara yang luas dan punya banyak sekali tempat-tempat yang bisa dikunjungi.   Saya tiba-tiba baru sadar bahwa saya sudah terlalu sering jalan-jalan. Memang sih saya belum bisa dikategorikan sebagai backpacker sejati atau traveler akut. Apalagi kalau mau adu jumlah negara yang dikunjungi, duh saya masih cupu sekali. Selain karena waktu dan ehem budget, saya lebih fokus u

Review: The Other Boleyn Girl

I give 4,5 star from 5 for this movie. Wow. Satu lagi jajaran film yang masuk film kategori “sangat bagus” menurut saya. Saya baru berkesempatan menonton film ini hari ini. Dan ternyata tidak pernah ada kata terlambat untuk film bagus. Ceritanya sendiri sangat complicated, bukan sekedar cinta, tapi juga melibatkan nafsu, ambisi, politik, humanity, dan berbagai kata lain yang akan muncul setelah saya menonton film ini.Film ini sendiri diangkat dari sebuah novel dengan judul yang sama karangan dari Philippa Gregory. Saya sebenarnya agak kebingungan apakah ini kisah nyata atau hanya fiksi sebagaian berkata ini fiksi namun ada beberapa hal yang memang bersumber dari sejarah Inggris. Tapi kali ini saya bukan mau concern ke sejarahnya melainkan ke film nya (tapi penasaran dengan sejarah aslinya). Film ini sendiri bukanlah film yang baru sudah ada dari tahun 2008 di luar negeri sana. Saya kurang tau nasib film ini di Indonesia, apa sudah beredar atau tidak. Film ini bercerita tentang sebuah

8 Hari Jelang Premiere

Ternyata saya mengalami ketakutan luar biasa jelang premiere. Takut kalau filmnya malah dihujat orang, takut kalau dengar selentingan "Ih filmnya ga banget deh". Takut juga denger "Duh Sutradaranya payah nih". Dan komentar-komentar lainnya yang bisa menyayat hati. Sumpah. Ini baru pertama kalinya film pendek yang saya sutradarai di putar secara umum. Dan ternyata rasanya lebih fantastis. saya malah jadi takut jangan-jangan tidak ada yang mau nonton film "Senja" lagi. Wajarkan ya kalau sutradara amatir semacam saya mengalami kegugupan ini? Mudah-mudahan saja semua berjalan lancar. Acaranya banyak yang datang dan tidak mengecewakan. Amien