Langsung ke konten utama

Sublimotion, apa kabar?


Saya sempat kaget ketika ada info dari twitter yang mengumumkan bahwa salah satu film Sublimotion entah judul yang mana akan dikaji oleh salah seorang penulis dan seniman di Bandung. Acara ini diadakan dalam rangka ulang tahun jurusan saya tercinta, Psikologi UPI. Saya terkejut karena yang saya tau waktu itu ada segerombolan adik tingkat yang jujur saya tidak hapal wajah-wajahnya (hanya kenal beberapa saja) bertanya pada saya "Kang film Sublimotion boleh ditayangin ga?", saya sih sama sekali tidak merasa keberatan jika film garapan saya dan teman-teman Sublimotion 2008 tersebut ditayangkan atau diputar dimanapun. Malah suatu kehormatan jika ada yang mau kembali menayangkan film yang digarap sekitar 2 tahun yang lalu. Tapi bagaimana jika ternyata jadi salah satu bagian di acara puncak DIES jurusan? Jujur saya sangat kaget dan bertanya-tanya kok bisa. Saya pribadi tidak menyangka bahwa film kami diapresiasi sebegitunya oleh adik-adik tingkat kami sendiri. 

Sublimotion sebenarnya punya rencana jangka panjang. Kita awalnya punya visi yang sama untuk meneruskan semangat dalam hal membuat film. Saya rasa film adalah salah satu media yang sangat baik dalam hal menyampaikan ilmu, wawasan, dan gagasan tanpa harus orang yang menonton  menyadari bahwa ketiga hal tersebut sedang sedang ditransfer ke pikiran masing-masing. Film yang berhasil buat saya adalah film yang membekas entah itu secara emosional, wawasan, juga inspirasi. Dan dengan latar belakang jurusan yaitu psikologi, saya rasa film adalah media yang tepat dalam menerapkan apa yang kita dapat untuk diceritakan kepada banyak orang. Selain itu hasil dari film bisa dijadikan diskusi seru sehingga menghasilkan ilmu dan gagasan yang baru. 

Sadar akan banyaknya manfaat dari film, saya dan teman-teman menggarap sebuah konsep "recruitment" jangka panjang. Kami semua mencoba menarik perhatian mahasiswa-mahasiswa baru yang sedang dilanda semangat tinggi dalam belajar psikologi dan dilanda semangat yang besar dalam berorganisasi, untuk bergabung di sebuah komunitas film kecil-kecil'an. Tidak disangka respon positif mengalir begitu kuatnya kala itu, sampai-sampai workshop yang diadakan penuh sesak. Jujur, saat itu saya sebagai ketua sungguh terharu. Workshop selesai, dan itulah dimulai masa mati suri dari Sublimotion. Saya adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam hal ini, jika ini kasus kriminal mungkin saya sudah jadi tersangka utama dengan kasus lalai. Rencana tinggal rencana, jadwal membuat film versus, membuat film per-kelompok gabungan antara anggota lama dan baru, dan rencana lainnya hilang ditelah waktu. Banner Sublimotion yang sempat dibanggakan oleh jurusan karena kita membawa nama psikologi UPI sempat terdengar di komunitas film se-Bandung, suaranya hilang perlahan. Saya sangat sedih dan berduka, Sublimotion mungkin tidak akan ada penerusnya.  Bukan nama yang saya khawatirkan, tapi semangat untuk berkreasi lewat film juga bisa hilang dan gagal menjadi culture di Psikologi UPI.

Tiba-tiba ada angin segar ketika saya sedang disibukan dengan skripsi, bahwa ada adik-adik tingkat yang sempat mengikuti workshop Sublimotion ingin membuat film dengan menggunakan nama Sublimotion. Mendengarnya saya langsung merinding. Tapi ternyata berita tersebut tidak ada kelanjutannya, juga karya-nya. Hingga akhirnya sampai di acara wisuda jurusan, diputarlah sebuah film opening, di sana diselipkan sebuah "brand" Sublimotion. Saya tersenyum puas, lega, dan sangat bahagia walaupun filmnya tidak diputar sampai tamat karena durasi. Ternyata semangat untuk membuat film masih ada. Sublimotion masih berusaha menggeliat, apapun bentuknya komunitas, merek, kebiasaan, hobi, KKM, atau apapun pada akhirnya, Sublimotion tetap ada dan semoga semangat itu bisa diturunkan hingga menjadi suatu budaya di jurusan kita. 

Tanggal 30 Oktober 2012 nanti film Sublimotion akan diputar. Saya harap pemutaran film ini bisa menjadi semangat baru untuk adik-adik tingkat semua untuk memulai kembali geliat di kancah dunia film. Jangan sampai ditelan kalimat "Kalau di UPI ga akan maju komunitas film-nya", salah, kita semua sempat maju perlahan. Dan saya yakin jika semangat ini bisa diturunkan akan ada generasi-generasi lain apapun namanya. 

Komentar

  1. film2 di sublimotion boleh di jadiin bahan project kah? boleh minta contact anggota sublimotion? :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Solo Traveling (part 1)

Hei apa kabar my dearest blog? Wah sudah dua tahun ya tidak ada posting sama sekali di blog ini. Bukan tidak ingin untuk menulisa lagi, hanya saja hmmmmm. Okey mari kita lewati memberikan berbagai macam alasan untuk tidak menulis, sekarang saya akan sedikit memberikan pengalaman saya seputar jalan-jalan. Rasanya sudah cukup lama sih tidak menulis sesuatu yang bersifat informatif di blog ini. Tulisan-tulisan terakhir saya berisi cerita-cerita fiksi, keluh kesah, puisi, dan hal-hal yang mungkin kurang informatif dan bermanfaat (tapi cukup menghibur kan?). Bukan sok nasionalis sih, tapi emang Indonesia itu negara yang luas dan punya banyak sekali tempat-tempat yang bisa dikunjungi.   Saya tiba-tiba baru sadar bahwa saya sudah terlalu sering jalan-jalan. Memang sih saya belum bisa dikategorikan sebagai backpacker sejati atau traveler akut. Apalagi kalau mau adu jumlah negara yang dikunjungi, duh saya masih cupu sekali. Selain karena waktu dan ehem budget, saya lebih fokus u

Review: The Other Boleyn Girl

I give 4,5 star from 5 for this movie. Wow. Satu lagi jajaran film yang masuk film kategori “sangat bagus” menurut saya. Saya baru berkesempatan menonton film ini hari ini. Dan ternyata tidak pernah ada kata terlambat untuk film bagus. Ceritanya sendiri sangat complicated, bukan sekedar cinta, tapi juga melibatkan nafsu, ambisi, politik, humanity, dan berbagai kata lain yang akan muncul setelah saya menonton film ini.Film ini sendiri diangkat dari sebuah novel dengan judul yang sama karangan dari Philippa Gregory. Saya sebenarnya agak kebingungan apakah ini kisah nyata atau hanya fiksi sebagaian berkata ini fiksi namun ada beberapa hal yang memang bersumber dari sejarah Inggris. Tapi kali ini saya bukan mau concern ke sejarahnya melainkan ke film nya (tapi penasaran dengan sejarah aslinya). Film ini sendiri bukanlah film yang baru sudah ada dari tahun 2008 di luar negeri sana. Saya kurang tau nasib film ini di Indonesia, apa sudah beredar atau tidak. Film ini bercerita tentang sebuah

8 Hari Jelang Premiere

Ternyata saya mengalami ketakutan luar biasa jelang premiere. Takut kalau filmnya malah dihujat orang, takut kalau dengar selentingan "Ih filmnya ga banget deh". Takut juga denger "Duh Sutradaranya payah nih". Dan komentar-komentar lainnya yang bisa menyayat hati. Sumpah. Ini baru pertama kalinya film pendek yang saya sutradarai di putar secara umum. Dan ternyata rasanya lebih fantastis. saya malah jadi takut jangan-jangan tidak ada yang mau nonton film "Senja" lagi. Wajarkan ya kalau sutradara amatir semacam saya mengalami kegugupan ini? Mudah-mudahan saja semua berjalan lancar. Acaranya banyak yang datang dan tidak mengecewakan. Amien