Apa kabar? Saya sih masih baik-baik saja secara fisik mungkin secara mental juga. Sudah lama rasanya, saya terlepas dari dunia kampus beserta hiruk pikuknya. Urusan birokrasi, duduk sambil nyengir kuda di ruang baca jurusan, atau sekedar duduk santai sambil haha-hihi sama teman-teman sekitar. Ah kampus dan isinya, saya rindu se-rindu-rindunya tanpa celah. Sebuah pertanyaan yang sangat ingin saya sampaikan secara langsung pada ke 5 sahabat saya yang masih berjuang dengan urusan akademik adalah "Gimana?". Satu kata tanya tersebut mewakili rasa kangen saya pada mereka semua, satu kata itu bisa menghasilkan makna yang banyak mulai dari "Sampai mana?", "Lancarkah?", "Hambatannya gimana?", dan sebagainya.
Lalu apa yang kemudian saya lakukan selama beberapa waktu ini? Mencari jalan, menemukan petunjuk demi petunjuk, rencana demi rencana yang seluruhnya masih misterius. Antara excited, takut, sedih, tidak tenang, dan perasaan lain yang berkecamuk secara impulsif. Rencana-Nya selalu tak pernah bisa ditebak, seringkali mengejutkan dan terkadang sulit dipercaya. Hal itu yang perjuangkan, ditunggu dengan sabar, dan berusaha sebisa dan sebaik yang saya mampu untuk menemukan sebuah kesimpulan sementara dari babak ini.
Saya terjebak pada dua petuah, keduanya sama-sama benar, keduanya terkadang menjadi senjata saya dalam meeyakinkan diri hingga memotivasi diri. Yang pertama adalah "Kesempatan yang sama tidak belum tentu datang dua kali" dan yang kedua "Orang sabar disayang Tuhan". Kedua petuah itu membuat pikiran saya jungkir balik hingga mendarat dengan mulus pada satu pertanyaan baru "Jadi petuah mana yang akan saya lakoni?". Kesempatan, kenapa disebut kesempatan karena seringkali sulit di dapat dan tidak semua orang bisa mendapatkan hal yang sama. Kalau ditolak, siapa tau menolak jodoh. Tapi bisa saja malah menemuka jodoh yang terbaik, karena rasa sabar dan usaha yang besar membuat kita akhirny menemukan satu yang paling baik.
Saya sedang tidak berbicara tentang cinta. Bukan. Sekali lagi bukan percintaan yang sedang saya tunggu. Tapi sebuah babak. Babak baru yang sudah saya nantikan. Di umur 22 tahun ini saya dituntut untuk bisa "menjinakan" diri sendiri dari berbagai perasaan dan sugesti negatif. 22 tahun sebuah angka kembar yang akhirnya bisa saya sandang.
22 tahun dan sedang mencari sebuah babak.
Kalian?
Komentar
Posting Komentar