Hello, sudah lama rasanya tidak menuangkan huruf-huruf di blog ini. Daripada keburu usang dan tua saya akan mencoba menulis tentang PD. PD disini bukan mata kuliah Psikodiagnostik (sebuah mata kuliah berseri paling banyak,sampe 7 lho) yang menghiasi sanubari saya selama kuliah melainkan tentang percaya diri. Mungkin akan banyak yang bilang bahwa saya itu memiliki tingkat PD yang tinggi. Kelihatannya mungkin iya tapi nyatanya dan sejujur-jujurnya saya adalah orang yang pemalu dan mudah minder. That's the truth.
Tapi sekarang bisa dibilang sudah agak mendingan dibandingkan dulu lho. Dulu waktu TK sampe SD kelas 2an saya masih suka bersembunyi dibalik ketiak Ibu saya ketika ada Om dan Tante yang ke rumah. Atau bersembunyi di kamar dengan jantung berdebar-debar karena takut ditanya (sekarang juga masih sembunyi di kamar tapi dengan alasan yang berbeda). Dan sedikit-sedikit hal itu mulai berubah ketika saya menyadari bahwa tubuh saya tidak cukup lagi untuk bersembunyi di balik ketiak Ibu.
Kelas 5 hingga 1 SMP adalah masa-masa paling minder sedunia. Saya tidak berani menatap mata lawan bicara saya. Masa-masa itu dimana saya sangat merasa bahwa saya itu "ga banget". Coba bayangkan dengan tubuh yang kecil, kurus sekurus-kurusnya, dengan rambut yang benar-benar aneh. Saya malu untuk difoto atau memuji diri seperti sekarang. Saya bahkan sempat mencoba berbagai macam model rambut ketika awal SMP, mulai dari ehem belah tengah, belah pinggir klimis, botak, hingga rambut rancung-rancung. Saya ingat sekali ketika itu ada teman sekelas saya yang dibilang mirip dengan saya, dan dia dengan sangat percaya dirinya berkata pada teman-teman yang lain, "Gantengan Saya kan?". Saya ikut tertawa namun hati agak sakit.
Sampai ketika saya pun kena cinlok dengan kecengan teman saya yang katanya mirip itu, sejak itu saya agak sadar dan berkaca : "Hei Kamu ga jelek-jelek banget Gung!". Setidaknya si X lebih milih saya daripada temen saya yang mengaku lebih ganteng itu. Sebenarnya mungkin akan terasa tidak penting, tapi itu adalah kejadian yang mampu membuat saya percaya diri dan tidak minder lagi. Kelas 2 SMP saya mulai bertambah tinggi dan mulai dilirik. Sejak saat itu entah kenapa, saya menjadikan banyak atau sedikitnya orang yang tertarik dengan saya sebagai dasar pondasi kepercayaandiri.
Hari demi hari bertambah, saya dibilang "agak" pintar oleh sebagian orang. Dan saya pun telah "masuk" kedalam anak-anak yang disebut gaul. Percaya atau tidak saya merasa ada di puncak rasa percaya diri ketika SMP kelas 2. Minder semakin berkurang tapi tetap saja yang namanya gugup dan tidak PD untuk berbicara di depan umum juga bertatapan mata.
Bagaimana dengan SMA, saya jarang merasakan minder, dan saya berusaha untuk melatih berbicara di depan umum dengan masuk OSIS. Jujur saja alasan saya masuk OSIS adalah hanya untuk mampu berbicara di depan umum. Menolong? Cukup menolong tapi tetap saja, saya masih gugup luar biasa.
Masuk di bangku kuliah, saya mencoba dari awal untuk aktif agar terbiasa berbicara di depan umum. Tapi tau rasanya untuk memulai bertanya pada dosen atau ikut aktif dalam tanya jawab? Jantung saya rasanya mau copot. Meskipun telah disuruh tampil dan berbicara di depan umum berkali-kali rasanya tetap sama. Terlihat atau tidak terlihat. Ingin sekali rasanya dapat menikmati dan merasa tenang setiap kali harus berbicara di depan umum.
Menjelang hari selasa, saya merasa semakin gugup. Saya merasa tidak bisa dan berbagai kemungkinan buruk hinggap di pikiran saya seperti berputar-putar. Saya kadang berpikir kenapa sih harus ada presentasi, sidang, dan lain-lain, bagaimana kalau ada orang-orang yang memang sulit untuk berbicara di depan umum seperti saya atau mungkin lebih parah? Ah sudahlah semakin kacau kalau dipikirkan.
Tamat.
Tapi sekarang bisa dibilang sudah agak mendingan dibandingkan dulu lho. Dulu waktu TK sampe SD kelas 2an saya masih suka bersembunyi dibalik ketiak Ibu saya ketika ada Om dan Tante yang ke rumah. Atau bersembunyi di kamar dengan jantung berdebar-debar karena takut ditanya (sekarang juga masih sembunyi di kamar tapi dengan alasan yang berbeda). Dan sedikit-sedikit hal itu mulai berubah ketika saya menyadari bahwa tubuh saya tidak cukup lagi untuk bersembunyi di balik ketiak Ibu.
Kelas 5 hingga 1 SMP adalah masa-masa paling minder sedunia. Saya tidak berani menatap mata lawan bicara saya. Masa-masa itu dimana saya sangat merasa bahwa saya itu "ga banget". Coba bayangkan dengan tubuh yang kecil, kurus sekurus-kurusnya, dengan rambut yang benar-benar aneh. Saya malu untuk difoto atau memuji diri seperti sekarang. Saya bahkan sempat mencoba berbagai macam model rambut ketika awal SMP, mulai dari ehem belah tengah, belah pinggir klimis, botak, hingga rambut rancung-rancung. Saya ingat sekali ketika itu ada teman sekelas saya yang dibilang mirip dengan saya, dan dia dengan sangat percaya dirinya berkata pada teman-teman yang lain, "Gantengan Saya kan?". Saya ikut tertawa namun hati agak sakit.
Sampai ketika saya pun kena cinlok dengan kecengan teman saya yang katanya mirip itu, sejak itu saya agak sadar dan berkaca : "Hei Kamu ga jelek-jelek banget Gung!". Setidaknya si X lebih milih saya daripada temen saya yang mengaku lebih ganteng itu. Sebenarnya mungkin akan terasa tidak penting, tapi itu adalah kejadian yang mampu membuat saya percaya diri dan tidak minder lagi. Kelas 2 SMP saya mulai bertambah tinggi dan mulai dilirik. Sejak saat itu entah kenapa, saya menjadikan banyak atau sedikitnya orang yang tertarik dengan saya sebagai dasar pondasi kepercayaandiri.
Hari demi hari bertambah, saya dibilang "agak" pintar oleh sebagian orang. Dan saya pun telah "masuk" kedalam anak-anak yang disebut gaul. Percaya atau tidak saya merasa ada di puncak rasa percaya diri ketika SMP kelas 2. Minder semakin berkurang tapi tetap saja yang namanya gugup dan tidak PD untuk berbicara di depan umum juga bertatapan mata.
Bagaimana dengan SMA, saya jarang merasakan minder, dan saya berusaha untuk melatih berbicara di depan umum dengan masuk OSIS. Jujur saja alasan saya masuk OSIS adalah hanya untuk mampu berbicara di depan umum. Menolong? Cukup menolong tapi tetap saja, saya masih gugup luar biasa.
Masuk di bangku kuliah, saya mencoba dari awal untuk aktif agar terbiasa berbicara di depan umum. Tapi tau rasanya untuk memulai bertanya pada dosen atau ikut aktif dalam tanya jawab? Jantung saya rasanya mau copot. Meskipun telah disuruh tampil dan berbicara di depan umum berkali-kali rasanya tetap sama. Terlihat atau tidak terlihat. Ingin sekali rasanya dapat menikmati dan merasa tenang setiap kali harus berbicara di depan umum.
Menjelang hari selasa, saya merasa semakin gugup. Saya merasa tidak bisa dan berbagai kemungkinan buruk hinggap di pikiran saya seperti berputar-putar. Saya kadang berpikir kenapa sih harus ada presentasi, sidang, dan lain-lain, bagaimana kalau ada orang-orang yang memang sulit untuk berbicara di depan umum seperti saya atau mungkin lebih parah? Ah sudahlah semakin kacau kalau dipikirkan.
Tamat.
jolek pun hahahahahahahahahahah
BalasHapus