Langsung ke konten utama

Review: Langit Di Balik Kaca


Yap, ini film indie. Karya seorang sineas dari Bandung, sebetulnya saya tidak akan nonton film ini kalau tidak kenal dengan directornya. Soalnya promonya kurang gencar kali ya. Tapi kenal dengan directornya bukan berarti saya jadi menghilangkan keobjektifan dalam menilai film ini. Oh sebelumnya, film ini mungkin baru bisa dinikmati di Bandung, gosipnya sih nanti bakal tayang di Jakarta.

Sebenarnya saya punya ekspektasi yang cukup tinggi mengenai film ini pada awalnya, karena dulu pun ada film Cin(T)a, film indie juga yang cukup baik dari segi cerita. Dan ketika melihat poster film ini, membuat saya berekspektasi tinggi, tagline filmnya cukup menarik, 5 people 4 stories 3 loves 2 parents 1 radio. Wow saya langsung membayangkan kualitas seperti film Jakarta Maghrib milik Salman Aristo. Ternyata harapan saya mengenai film ini runtuh seketika. Seperti film Cin(T)a film ini juga bermasalah dengan audio, ya lagi-lagi audio, malah menurut saya film ini lebih kacau audio, banyak yang tidak seimbang volumenya, setiap berganti angle volume suaranya berganti. Di beberapa adegan tidak terdengar apa yang sedang dibicarakan. Selain audio yang mengganggu adalah editing yang kasar, entah editingnya terburu-buru sehingga banyak keganjilan yang muncul.

Dari segi cerita, sebenarnya film ini berusaha keras memberikan banyak pesan moral mengenai free sex dan isu homosexual, namun sayangnya terasa agak dipaksakan. Apalagi adegan keguguran yang menurut saya terlalu sederhana penyebabnya. Hasilnya pesan terselubungnya kurang ngena. Selain itu saya mengharapkan satu scene akhir yang menghubungkan benang merah semua tokoh.

Bagaimana dengan cast-nya? Pemeran laki-lakinya kacau semua aktingnya, mungkin kurang reading atau memang buru-buru, jadi dialognya banyak yang kacau dan terasa tidak alami. Ada sih beberapa yang bermain cukup baik, namun kebanyakan terasa sekali membaca skrip.

Ada satu keunikan di film ini yaitu adanya iklan salah satu provider internet di setiap bagian cerita. Yap ini benar-benar iklan, mungkin 1-2 menit untuk setiap iklannya. Saya jadi tertawa setiap mulai ada yang promosi di film tersebut di tengah-tengah setiap cerita hasilnya sangat memaksakan.

Sinematografinya menurut saya lumayan enak dilihat di beberapa adegan, enak dilihat, meskipun adegan-adegan yang banyak gerakan di dalamnya malah terasa sekali bergoyang,

Saya tau betul membuat film panjang memang bukanlah perkara yang mudah, tidak semudah mereview film lho, saya saja membuat film pendek butuh energi dan pikiran yang banyak. Saya sih berharap sang director kedepannya bisa membuat film yang lebih baik lagi. Jadi untuk yang penasaran silahkan nonton, namun saya harap jangan punya harapan yang tinggi ya..

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengingat

Beberapa hari ini saya banyak mengingat. Aktivitas yang kadang padatnya minta ampun, kadang juga kosongnya bikin ngelamun. Penyakit lupa saya makin menjadi, menurut mitos katanya yang pelupa itu banyak salah ama orangtua. Tapi secara ilmiah ada yang bilang orang pelupa gara-gara kebanyakan makan makanan yang banyak mengandung MSG. Ya meskipun, masih banyak lagi penyebab-penyebab lupa lainnya, yang saya pun belum tau pasti, saya menjadi pelupa seperti ini gara-gara apa. Saya mencoba meningat-ingat apa-apa saja yang terjadi beberapa hari ini, beberapa minggu ini, beberapa bulan ini, dan beberapa tahun ke belakang. Dan begitu banyak yang terjadi, sampai-sampai saya tida bisa mengingat semuanya, hanya kejadian-kejadian yang menimbulkan kesan khusus yang bisa saya ingat, itu pun samar, entah kesan baik, buruk, sedih, senang, takut, dan lainnya. Saya tidak menyangka saya sudah sampai sejauh ini, begitu banyak yang terlewati begitu saja. Saya tidak pernah menyangka apa yang ada di sekitar

Percaya Diri, Am I?

Hello, sudah lama rasanya tidak menuangkan huruf-huruf di blog ini. Daripada keburu usang dan tua saya akan mencoba menulis tentang PD. PD disini bukan mata kuliah Psikodiagnostik (sebuah mata kuliah berseri paling banyak,sampe 7 lho) yang menghiasi sanubari saya selama kuliah melainkan tentang percaya diri. Mungkin akan banyak yang bilang bahwa saya itu memiliki tingkat PD yang tinggi. Kelihatannya mungkin iya tapi nyatanya dan sejujur-jujurnya saya adalah orang yang pemalu dan mudah minder. That's the truth. Tapi sekarang bisa dibilang sudah agak mendingan dibandingkan dulu lho. Dulu waktu TK sampe SD kelas 2an saya masih suka bersembunyi dibalik ketiak Ibu saya ketika ada Om dan Tante yang ke rumah. Atau bersembunyi di kamar dengan jantung berdebar-debar karena takut ditanya (sekarang juga masih sembunyi di kamar tapi dengan alasan yang berbeda). Dan sedikit-sedikit hal itu mulai berubah ketika saya menyadari bahwa tubuh saya tidak cukup lagi untuk bersembunyi di balik ketiak Ib

Sebuah Hari Istimewa

Semua orang pasti memiliki beberapa tanggal dalam hidupnya yang dijadikan sebagai hari istimewa. Hari yang akan terasa berbeda dari biasanya. Hari dimana kita terkadang tidak bisa tidur karena tidak sabar menanti datangnya esok. Hari dimana jantung kita terasa berdebar lebih cepat dari biasanya. Hari dimana kita tidak sabaran untuk segera menemui hari itu. Itulah sesuatu yang disebut istimewa menurut saya. Ada beberapa hari, diantara 365 hari dalam setahun yang kita tandai. Saya pun memilikinya. Beberapa hari istimewa, entah itu berisi kesenangan atau berbalut kesedihan. Karena sesuatu yang istimewa tidak selalu berisi tawa. Sayangnya tidak semua orang bisa paham akan apa yang kita sebut istimewa. Saya berkata setiap kamis istimewa belum tentu orang pun dapat beranggapan sama atau minimal memahami apa yang kita rasakan saat menghadapi hari itu. Seharusnya saya dapat memahami hal itu, tidak merasa keberatan ketika orang lain menganggap hari itu adalah hari yang biasa saja. Tidak berhak