Langsung ke konten utama

Review: Darah Garuda / Merah Putih 2



Lebih baik dari yang pertama. Dan lebih seru dari Sang Pencerah. Okey sebenarnya tidak adil jika dibandingkan karena berbeda genre tapi kedua film ini saat ini sedang beredar bersamaan dan juga kedua film ini dimainkan oleh dua actor yang sama Lukman Sardi.

Darah Garuda merupakan bagian dari trilogy Merah Putih. Dan Darah Garuda adalah film kedua, mungkin tahun depan yang ketiga akan muncul. Merah Putih sebenarnya cukup mencuri perhatian saya tahun lalu, karena saya penasaran dengan kualitas film dengan latar belakang perang dan perjuangan, apakah terlihat murahan atau bermutu. Saat itu saya punya ekspektasi tinggi mengenai film tersebut dan ternyata film tersebut kurang memenuhi harapan saya. Padahal banyak berita tentang keterlibatan para film maker dari Hollywood tapi saya kurang menemukan kualitas Hollywood di Merah Putih, untungnya film yang pertama tertolong dengan actor-aktor yang baik.

Bagaimana dengan Darah Garuda atau Merah Putih 2? Wow, melebihi harapan saya, kali ini kualitas Hollywoodnya terasa sekali. Apalagi di 15 menit terakhir. Awal film memang terasa agak lambat dan cukup membosankan, namun lama-lama tanpa terasa saya hanyut dalam ceritanya.

Akting-akting pemainnya makin matang, dan saya jadi ngefans sama pemeran Dayan yaitu Rifnu Wikana. Sinematografinya pun sangat memanjakan mata saya, mungkin gaya Hollywood sangat terasa dalam cara pengambilan gambarnya.

Efek-efek ledakan yang ditampilkan di film kedua ini jauh-jauh lebih baik dari yang pertama. Dan ledakan tersebutlah yang membuat saya penasaran apakah akan terlihat murahan atau tidak, ternyata cukup memuaskan. Kualitas yang baik ini mungkin ditunjang dengan biaya film yang sangat besar yaitu mencapai 64 Miliar Rupiah. Biaya yang sangat besar untuk ukuran film Indonesia.




Secara keseluruhan tidak ada salahnya menonton film di Bioskop karena tidak akan rugi membuang beberapa puluh ribu untuk tontonan yang baik seperti Darah Garuda. Daripada membuang-buang uang untuk menonton film komedi porno Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Solo Traveling (part 1)

Hei apa kabar my dearest blog? Wah sudah dua tahun ya tidak ada posting sama sekali di blog ini. Bukan tidak ingin untuk menulisa lagi, hanya saja hmmmmm. Okey mari kita lewati memberikan berbagai macam alasan untuk tidak menulis, sekarang saya akan sedikit memberikan pengalaman saya seputar jalan-jalan. Rasanya sudah cukup lama sih tidak menulis sesuatu yang bersifat informatif di blog ini. Tulisan-tulisan terakhir saya berisi cerita-cerita fiksi, keluh kesah, puisi, dan hal-hal yang mungkin kurang informatif dan bermanfaat (tapi cukup menghibur kan?). Bukan sok nasionalis sih, tapi emang Indonesia itu negara yang luas dan punya banyak sekali tempat-tempat yang bisa dikunjungi.   Saya tiba-tiba baru sadar bahwa saya sudah terlalu sering jalan-jalan. Memang sih saya belum bisa dikategorikan sebagai backpacker sejati atau traveler akut. Apalagi kalau mau adu jumlah negara yang dikunjungi, duh saya masih cupu sekali. Selain karena waktu dan ehem budget, saya lebih fokus u

Review: The Other Boleyn Girl

I give 4,5 star from 5 for this movie. Wow. Satu lagi jajaran film yang masuk film kategori “sangat bagus” menurut saya. Saya baru berkesempatan menonton film ini hari ini. Dan ternyata tidak pernah ada kata terlambat untuk film bagus. Ceritanya sendiri sangat complicated, bukan sekedar cinta, tapi juga melibatkan nafsu, ambisi, politik, humanity, dan berbagai kata lain yang akan muncul setelah saya menonton film ini.Film ini sendiri diangkat dari sebuah novel dengan judul yang sama karangan dari Philippa Gregory. Saya sebenarnya agak kebingungan apakah ini kisah nyata atau hanya fiksi sebagaian berkata ini fiksi namun ada beberapa hal yang memang bersumber dari sejarah Inggris. Tapi kali ini saya bukan mau concern ke sejarahnya melainkan ke film nya (tapi penasaran dengan sejarah aslinya). Film ini sendiri bukanlah film yang baru sudah ada dari tahun 2008 di luar negeri sana. Saya kurang tau nasib film ini di Indonesia, apa sudah beredar atau tidak. Film ini bercerita tentang sebuah

8 Hari Jelang Premiere

Ternyata saya mengalami ketakutan luar biasa jelang premiere. Takut kalau filmnya malah dihujat orang, takut kalau dengar selentingan "Ih filmnya ga banget deh". Takut juga denger "Duh Sutradaranya payah nih". Dan komentar-komentar lainnya yang bisa menyayat hati. Sumpah. Ini baru pertama kalinya film pendek yang saya sutradarai di putar secara umum. Dan ternyata rasanya lebih fantastis. saya malah jadi takut jangan-jangan tidak ada yang mau nonton film "Senja" lagi. Wajarkan ya kalau sutradara amatir semacam saya mengalami kegugupan ini? Mudah-mudahan saja semua berjalan lancar. Acaranya banyak yang datang dan tidak mengecewakan. Amien