Langsung ke konten utama

Serba-Serbi saja

Yeah! Sampai juga kita ke bulan yang paling mengesankan dari tahun ke tahunnya, apalagi kalau bukan Ramadhan. Alhamdulillah saya masih diberi kesempatan bertemu lagi dengan bulan ini. Wow rasanya juga sudah lama saya tidak meng-update blog ini dengan cerita saya sendiri, karena entah kenapa sekarang di blog ini lebih banyak memuat review film. Saya suka bingung untuk menulis apa dalam blog ini selain review, karena entah kenapa belakangan saya sendiri jadi tidak produktif sama sekali dalam hal tulis menulis, kecuali review. Bukan tidak ada curhat yang biasanya memenuhi blog ini tapi saya malas menuangkannya dalam tulisan. Bahkan ide cerita pun yang biasanya mengalir kini seolah berhenti. Apa mungkin efek tidak kuliah-kuliah selama beberapa bulan?

Oh iya ada beberapa hal yang muncul dalam pikiran saya, tidak terlalu penting sih. Mengenai keinginan saya untuk hidup tanpa ada pikiran kotor lagi kepada siapapun. Susah memang apalagi saya ini termasuk orang yang mudah ber-prasangka. Mudah-mudahan keinginan itu akan tercapai. Saya ingin saat kuliah nanti pikiran saya kembali jernih, se-jernih-jernihnya.

Saya jadi ingat juga akan teman saya yang bilang saya orang yang suka mengeluh. Itu memang benar adanya, karena saya menganggap keluhan saya itu sebagai cara untuk sharing agar beban terasa lebih ringan. Dan saya pun tidak mengeluh pada semua orang, saya juga pilih-pilih dulu lah. Tapi saya tidak mempermasalahkan tentang judge teman saya itu tapi saya sedikit tergelitik dengan sebuah kalimat teman saya itu, yang intinya seorang psikolog itu ga boleh mengeluh dan harus jadi luar biasa.

Wow, saya tolak mentah-mentah dong, saya jadi ingat beberapa pernyataan atau seperti mitos dari umat psikologi, sebutan yang saya buat sendiri (entah itu psikolog atau calon psikolog), kalau seorang umat psikologi itu seolah-olah harus sempurna, ga boleh marah, ga boleh benci sama orang lain, selalu bisa menyelesaikan masalahnya sendiri, harus selalu tenang, dan hal-hal lain yang saya rasa menuntut untuk tidak punya emosi.

Saya perlu tekankan sekali lagi umat psikologi itu hanya manusia biasa yang artinya punya emosi seperti manusia lainnya. Bedanya kita mempunyai ilmu untuk memahami perilaku orang lain. Tapi dengan kita mengerti perilaku orang lain, bukan berarti kita juga dipaksa melepaskan sifat-sifat manusiawi kita, seperti marah, tidak suka, sampai mengeluh. Kembali lagi kita hanya manusia biasa. Belajar psikologi tidak lantas membuat kita menjadi manusia yang sempurna dan tidak butuh orang lain, ya karena apa-apa bisa menyelesaikan sendiri tanpa butuh orang lain toh? Sebagai referensi silahkan tonton film Ira and Abby, saya rasa tiap umat psikologi harus menonton film tersebut agar tersadar kalau kita yang punya ilmu psikologi ini tetap manusia biasa.

Memang dengan belajar psikologi ada efek-efek yang saya rasakan, seperti lebih biasa mengontrol amarah dan lebih tenang, tapi ya tetap saya kalau ada yang menjengkelkan saya tetep bisa kesal. Belajar di psikologi bukan berarti orang-orang di dalamnya lebih baik dari segi apapun terlebih dari segi kejiwaan dengan orang yang tidak belajar psikologi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Solo Traveling (part 1)

Hei apa kabar my dearest blog? Wah sudah dua tahun ya tidak ada posting sama sekali di blog ini. Bukan tidak ingin untuk menulisa lagi, hanya saja hmmmmm. Okey mari kita lewati memberikan berbagai macam alasan untuk tidak menulis, sekarang saya akan sedikit memberikan pengalaman saya seputar jalan-jalan. Rasanya sudah cukup lama sih tidak menulis sesuatu yang bersifat informatif di blog ini. Tulisan-tulisan terakhir saya berisi cerita-cerita fiksi, keluh kesah, puisi, dan hal-hal yang mungkin kurang informatif dan bermanfaat (tapi cukup menghibur kan?). Bukan sok nasionalis sih, tapi emang Indonesia itu negara yang luas dan punya banyak sekali tempat-tempat yang bisa dikunjungi.   Saya tiba-tiba baru sadar bahwa saya sudah terlalu sering jalan-jalan. Memang sih saya belum bisa dikategorikan sebagai backpacker sejati atau traveler akut. Apalagi kalau mau adu jumlah negara yang dikunjungi, duh saya masih cupu sekali. Selain karena waktu dan ehem budget, saya lebih fokus u

Review: The Other Boleyn Girl

I give 4,5 star from 5 for this movie. Wow. Satu lagi jajaran film yang masuk film kategori “sangat bagus” menurut saya. Saya baru berkesempatan menonton film ini hari ini. Dan ternyata tidak pernah ada kata terlambat untuk film bagus. Ceritanya sendiri sangat complicated, bukan sekedar cinta, tapi juga melibatkan nafsu, ambisi, politik, humanity, dan berbagai kata lain yang akan muncul setelah saya menonton film ini.Film ini sendiri diangkat dari sebuah novel dengan judul yang sama karangan dari Philippa Gregory. Saya sebenarnya agak kebingungan apakah ini kisah nyata atau hanya fiksi sebagaian berkata ini fiksi namun ada beberapa hal yang memang bersumber dari sejarah Inggris. Tapi kali ini saya bukan mau concern ke sejarahnya melainkan ke film nya (tapi penasaran dengan sejarah aslinya). Film ini sendiri bukanlah film yang baru sudah ada dari tahun 2008 di luar negeri sana. Saya kurang tau nasib film ini di Indonesia, apa sudah beredar atau tidak. Film ini bercerita tentang sebuah

8 Hari Jelang Premiere

Ternyata saya mengalami ketakutan luar biasa jelang premiere. Takut kalau filmnya malah dihujat orang, takut kalau dengar selentingan "Ih filmnya ga banget deh". Takut juga denger "Duh Sutradaranya payah nih". Dan komentar-komentar lainnya yang bisa menyayat hati. Sumpah. Ini baru pertama kalinya film pendek yang saya sutradarai di putar secara umum. Dan ternyata rasanya lebih fantastis. saya malah jadi takut jangan-jangan tidak ada yang mau nonton film "Senja" lagi. Wajarkan ya kalau sutradara amatir semacam saya mengalami kegugupan ini? Mudah-mudahan saja semua berjalan lancar. Acaranya banyak yang datang dan tidak mengecewakan. Amien