Langsung ke konten utama

Review: Shutter Island *Totally Cool*




Which would be worse, to live as a monster or to die as a good man? –Teddy Daniels-

Film ini sebenarnya sudah saya tunggu-tunggu kehadirannya sejak lama. Dan di Jakarta film ini sudah beredar, lagi-lagi film-film bagus (yang tidak komersil) lama sekali keluar di Bandung atau mungkin tidak akan keluar (saya jadi ingat nasib film Juno di Bandung). Lupakan tentang lambatnya distribusi film di Bandung. Karena kini saya akan beralih ke film yang super tahun ini.
Martin Scorsese benar-benar pintar mengemas film ini. Film ini gelap, misterius, dan bikin penasaran. Di beberapa review banyak yang mengatakan bahwa film ini beralur lambat. Saya tidak sepenuhnya setuju, karena dalam film psychological thriller semacam ini film ini termasuk cepat dan yang pasti tidak membosankan untuk saya pribadi karena banyak sekali kejutan-kejutan. Film ini secara tidak langsung mengajak kita berpikir tentang kenyataan yang sebenarnya. Jadi yang film ini memang bukan film ringan yang bisa kita tinggalkan semenit untuk ke toilet atau mengecek SMS di HP. Karena setiap scene nya saling berkaitan dengan ujung dari film ini. Jadi jangan sampai melewatkan satu scene pun.


Sinematografi dalam film ini begitu lengkap mendramtisir cerita yang ada. Gelap dan menyeramkan. Awalnya saya sempat berpikir, jangan-jangan saya tertipu ini film horror. Setting film yang bagus dan pas tidak ada yang berlebihan.

Dari segi acting sepertinya saya lama-lama menjadi penggemar dari Leonardo Dicaprio. Karena tanpa saya sadari banyak film-film favorit saya yang diperankan olehnya dimulai dari The Beach, The Departed, Blood Diamond, Revolutionary Road, Body of Lies, dan tentu Shutter Island. Seperti sudah ada jaminan mutu akan film yang ia mainkan. Dan dalam film jangan ditanya Leonardo tetap memainkan perannya dengan baik. He’s a very talented actor! Dan saya pun tidak sabar menanti film berikutnya yang sepertinya seru : Inception. Kehadiran Mark Ruffalo, Ben Kingsley dan Michelle Williams bukan sekedar pelengkap.

Shutter Island bercerita tentang seorang anggota federal U.S Marshall yang bernama Teddy Daniels (Leonardo DiCaprio) yang ditugaskan bersama partnernya Chuck Aule (Mark Ruffalo) untuk menyelidik kasus hlangnya seorang pasien dari rumah sakit jiwa Ashecliffe di sebuah pulau kecil. Kasus hilangnya seorang pasien bernama Rachel Solando. Tapi dalam penyelidikan kasus ini Teddy malah teringat akan masa lalunya yang ingin pula memecahkannya. Dan semakin lama ia di pulau itu Teddy semakin sadar bahwa ada yang tidak beres dengan Shutter Island.

Film yang baik adalah film yang memberikan sebuah impact pada penontonnya setelah selesai menonton. Setelah saya menonton saya pun agak sedikit pusing dan kepala saya searasa berputar. Ada perasaan suram setelah menontonnya. Meskipun film ini memiliki sedikit kekurangan dalam segi editing (sedikit saja). Tapi film ini tetap sudah saya pastikan masuk kedalam daftar film terbaik saya tahun ini. So recommended.

Warden
We wage war, we burn sacrifices we pillage and plunder and treat at the flesh of our brothers and why? Because God gave us violence to wage in his honor.
Teddy Daniels
I thought God gave us moral orders.
Warden
There is no moral orders as pure as this storm. There's no moral order at all. There's just this: can my violence conquer yours?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengingat

Beberapa hari ini saya banyak mengingat. Aktivitas yang kadang padatnya minta ampun, kadang juga kosongnya bikin ngelamun. Penyakit lupa saya makin menjadi, menurut mitos katanya yang pelupa itu banyak salah ama orangtua. Tapi secara ilmiah ada yang bilang orang pelupa gara-gara kebanyakan makan makanan yang banyak mengandung MSG. Ya meskipun, masih banyak lagi penyebab-penyebab lupa lainnya, yang saya pun belum tau pasti, saya menjadi pelupa seperti ini gara-gara apa. Saya mencoba meningat-ingat apa-apa saja yang terjadi beberapa hari ini, beberapa minggu ini, beberapa bulan ini, dan beberapa tahun ke belakang. Dan begitu banyak yang terjadi, sampai-sampai saya tida bisa mengingat semuanya, hanya kejadian-kejadian yang menimbulkan kesan khusus yang bisa saya ingat, itu pun samar, entah kesan baik, buruk, sedih, senang, takut, dan lainnya. Saya tidak menyangka saya sudah sampai sejauh ini, begitu banyak yang terlewati begitu saja. Saya tidak pernah menyangka apa yang ada di sekitar

Percaya Diri, Am I?

Hello, sudah lama rasanya tidak menuangkan huruf-huruf di blog ini. Daripada keburu usang dan tua saya akan mencoba menulis tentang PD. PD disini bukan mata kuliah Psikodiagnostik (sebuah mata kuliah berseri paling banyak,sampe 7 lho) yang menghiasi sanubari saya selama kuliah melainkan tentang percaya diri. Mungkin akan banyak yang bilang bahwa saya itu memiliki tingkat PD yang tinggi. Kelihatannya mungkin iya tapi nyatanya dan sejujur-jujurnya saya adalah orang yang pemalu dan mudah minder. That's the truth. Tapi sekarang bisa dibilang sudah agak mendingan dibandingkan dulu lho. Dulu waktu TK sampe SD kelas 2an saya masih suka bersembunyi dibalik ketiak Ibu saya ketika ada Om dan Tante yang ke rumah. Atau bersembunyi di kamar dengan jantung berdebar-debar karena takut ditanya (sekarang juga masih sembunyi di kamar tapi dengan alasan yang berbeda). Dan sedikit-sedikit hal itu mulai berubah ketika saya menyadari bahwa tubuh saya tidak cukup lagi untuk bersembunyi di balik ketiak Ib

Sebuah Hari Istimewa

Semua orang pasti memiliki beberapa tanggal dalam hidupnya yang dijadikan sebagai hari istimewa. Hari yang akan terasa berbeda dari biasanya. Hari dimana kita terkadang tidak bisa tidur karena tidak sabar menanti datangnya esok. Hari dimana jantung kita terasa berdebar lebih cepat dari biasanya. Hari dimana kita tidak sabaran untuk segera menemui hari itu. Itulah sesuatu yang disebut istimewa menurut saya. Ada beberapa hari, diantara 365 hari dalam setahun yang kita tandai. Saya pun memilikinya. Beberapa hari istimewa, entah itu berisi kesenangan atau berbalut kesedihan. Karena sesuatu yang istimewa tidak selalu berisi tawa. Sayangnya tidak semua orang bisa paham akan apa yang kita sebut istimewa. Saya berkata setiap kamis istimewa belum tentu orang pun dapat beranggapan sama atau minimal memahami apa yang kita rasakan saat menghadapi hari itu. Seharusnya saya dapat memahami hal itu, tidak merasa keberatan ketika orang lain menganggap hari itu adalah hari yang biasa saja. Tidak berhak