Langsung ke konten utama

Review: BEN vs GUE


Yak kali ini bukan review seperti biasanya, melainkah edisi khusus review. Karena saya akan coba mengadu antara kedua film besutan F2PB, BEN dan GUE. Saya akui membuat film panjang bukan perkara mudah seperti membalikan tempe di penggorengan. Butuh kerja keras, komitmen yang tinggi, dan tentu saja optimisme. Dan saya berikan satu kata pertama, salut! Apalagi kedua film ini kala itu diproduksi oleh para pelajar SMA.

Yak mari kita mulai dari segi cerita. Keduanya sama-sama berlatar belakang anak SMA. Mungkin karena yang membuatnya anak SMA sehingga mungkin akan lebih dapat feelnya dengan latar belakang SMA. Ben mengisahkan tentang seorang pelajar SMA yang sedang mengalami sulitnya hidup. Sedangkan GUe intinya adalah dinamika anak SMA di tahun terakhir sekolahnya. Namun saya harus katakana cerita GUE lebih bikin greget, karena ceritanya dinamis. Dan lagi lebih terasa karena hampir semua orang pernah mengalami yang namanya kebimbangan saat di kelas 3, setuju? Dalam BEN saya merasa agak bingung dengan ending filmnya, terasa agak klise, semua orang berubah jadi baik.

Dari sinematografi, angkat topi buat BEN. Karena, film ini berhasil menyajikan gambar-gambar yang lebih bagus dari GUE. Meskipun ada beberapa adegan yang kameranya goyang (mungkin gugup atau pegel ya?). Di BEN antara cerita dengan suasana lebih ngena. Satu sama untuk BEN dan GUE.

Kalau dari acting, dalam film BEN yang menjadi jagoannya adalah si pemeran Ben itu sendiri. Wow kalau bukan tidak ada si Ben ini, beh mungkin film ini kehilangan powernya. Karena dari semua karakter di BEN, hanya Ben lah yang paling dapet. Monolog dan dialog yang diucapkan Ben pun terasa pas. Tapi jika dilihat dari acting keseluruhan, saya harus bilang dalam film GUE acting para pemain terlihat lebih natural. Pengucapan kata “Gue” pun lebih pas, tidak terlalu maksa. Ya meskipun dalam film BEN satu tokoh paling bagus aktingnya, tapi jika dilihat keseluruhan GUE tetap menang angka.

Wah udah 2-1, GUE sementara unggul. Dari cover film. Menurut saya lebih keren cover BEN. Dan lebih artistic. Jadi BEN bertambah angka.

Saatnya saya menilai secara keseluruhan dan keutuhan film. Rada susah juga sih. Sebenarnya wajar saja kalau film GUE terasa lebih matang dari film BEN. Jelas karena BEN lebih dulu dibuat. Kedua film ini sama-sama menyajikan beberapa adegan berantem, berantemnya sih lebih terlihat natural di GUE, karena di BEN sempat ada luka kepala yang hilang dalam 2 detik. Tapi dilihat dari keseluruhan, dan semangat yang hebat dari pelajar pula. Film BEN akan terasa lebih heroic, karena menjadi tonggak awal. Jika BEN tidak ada, GUE belum tentu sematang itu. Jadi siapa yang menang? Silahkan hitung sendiri. Hehe.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengingat

Beberapa hari ini saya banyak mengingat. Aktivitas yang kadang padatnya minta ampun, kadang juga kosongnya bikin ngelamun. Penyakit lupa saya makin menjadi, menurut mitos katanya yang pelupa itu banyak salah ama orangtua. Tapi secara ilmiah ada yang bilang orang pelupa gara-gara kebanyakan makan makanan yang banyak mengandung MSG. Ya meskipun, masih banyak lagi penyebab-penyebab lupa lainnya, yang saya pun belum tau pasti, saya menjadi pelupa seperti ini gara-gara apa. Saya mencoba meningat-ingat apa-apa saja yang terjadi beberapa hari ini, beberapa minggu ini, beberapa bulan ini, dan beberapa tahun ke belakang. Dan begitu banyak yang terjadi, sampai-sampai saya tida bisa mengingat semuanya, hanya kejadian-kejadian yang menimbulkan kesan khusus yang bisa saya ingat, itu pun samar, entah kesan baik, buruk, sedih, senang, takut, dan lainnya. Saya tidak menyangka saya sudah sampai sejauh ini, begitu banyak yang terlewati begitu saja. Saya tidak pernah menyangka apa yang ada di sekitar

Percaya Diri, Am I?

Hello, sudah lama rasanya tidak menuangkan huruf-huruf di blog ini. Daripada keburu usang dan tua saya akan mencoba menulis tentang PD. PD disini bukan mata kuliah Psikodiagnostik (sebuah mata kuliah berseri paling banyak,sampe 7 lho) yang menghiasi sanubari saya selama kuliah melainkan tentang percaya diri. Mungkin akan banyak yang bilang bahwa saya itu memiliki tingkat PD yang tinggi. Kelihatannya mungkin iya tapi nyatanya dan sejujur-jujurnya saya adalah orang yang pemalu dan mudah minder. That's the truth. Tapi sekarang bisa dibilang sudah agak mendingan dibandingkan dulu lho. Dulu waktu TK sampe SD kelas 2an saya masih suka bersembunyi dibalik ketiak Ibu saya ketika ada Om dan Tante yang ke rumah. Atau bersembunyi di kamar dengan jantung berdebar-debar karena takut ditanya (sekarang juga masih sembunyi di kamar tapi dengan alasan yang berbeda). Dan sedikit-sedikit hal itu mulai berubah ketika saya menyadari bahwa tubuh saya tidak cukup lagi untuk bersembunyi di balik ketiak Ib

Sebuah Hari Istimewa

Semua orang pasti memiliki beberapa tanggal dalam hidupnya yang dijadikan sebagai hari istimewa. Hari yang akan terasa berbeda dari biasanya. Hari dimana kita terkadang tidak bisa tidur karena tidak sabar menanti datangnya esok. Hari dimana jantung kita terasa berdebar lebih cepat dari biasanya. Hari dimana kita tidak sabaran untuk segera menemui hari itu. Itulah sesuatu yang disebut istimewa menurut saya. Ada beberapa hari, diantara 365 hari dalam setahun yang kita tandai. Saya pun memilikinya. Beberapa hari istimewa, entah itu berisi kesenangan atau berbalut kesedihan. Karena sesuatu yang istimewa tidak selalu berisi tawa. Sayangnya tidak semua orang bisa paham akan apa yang kita sebut istimewa. Saya berkata setiap kamis istimewa belum tentu orang pun dapat beranggapan sama atau minimal memahami apa yang kita rasakan saat menghadapi hari itu. Seharusnya saya dapat memahami hal itu, tidak merasa keberatan ketika orang lain menganggap hari itu adalah hari yang biasa saja. Tidak berhak