Ya kalau saja tidak ada tugas antropologi tentang studi manusia, mungkin saya tidak akan mendengar cerita-cerita yang belum pernah saya dengar sebelumnya. Dan obyek penelitiannya adalah salah satu teman SMA saya. Sebenarnya ini tugas yang merepotkan, ditengah tugas-tugas lain yang terus menerus datang malah ditambah rumit dengan tugas ini. Sebenarnya tugas ini sangat sederhana, tinggal mencari tau tentang seseorang dlihat dari berbagai aspek. Dan tanpa metode khusus atau proposal tugas ini bisa jalan. Tapi tugas kuliah dan acara kampus membuat semuanya menajadi lebih sulit karena masalah sempat dan tidak sempat. Dan mengingat waktu yang tinggal seminggu lagi, saya harus bergegas. Awalnya saya berniat bertemu dengan beliau 3 kali. Namun ternyata kondisi tidak mengizinkan.
Kemarin akhirnya saya bisa mewawancarainya. Kebetulan saya sudah lama tidak bertemu dengan dia. Jadi saya sempat merasa tidak akan dapat jawaban yang memuaskan hati. Saya memilih tempat di sebuah tempat makan di jalan ternate. Dan Tanya-Menanya pun dimulai.
Awal bertemu masih canggung. Tapi tidak secanggung biasanya. Dan tentu saja banyak diselingi tawa. Suasana serius yang sebenarnya diharapkan malah tidak muncul. Namun sedikit demi sedikit seluruh pertanyaan habis terjawab. Dan menurut intepretasi saya, kisah yang dikatakan bisa dijadikan faktor penyebab kejadian berikutnya. Pertanyaan selesai. Saya sendiri kebingungan harus bertanya apa lagi.
Dan tidak beberapa lama, kamera telah dimatikan. Uneg-uneg yang mungkin tertahan di lidah, mulai keluar satu per satu. Ya saya tidak menyangka sebelumnya ini akan menajdi diskusi yang panjang. Pemikiran-pemikiran yang dia miliki seolah dimunculkan saat itu. Dan ini adalah perubahan yang paling signifikan yang saya rasakan. Beberapa bulan yang lalu saya bertemu dia tidak selancar ini mengemukakan pendapat. Entah karena sudah tertahan lama atau memang sudah ada perubahan besar. Tapi yang pasti membuat obrolan jadi lebih seru dari sebelumnya. Katanya sih perubahan yang positif ini muncul karena kesendirian.
Dulu saya sempat berpikir begini, sepertinya kedekatan pertemanan ini ada hanya karena kebetulan berada di ruang dan waktu yang sama. Karena saya tidak menemuka kesamaan apapun. Dan pasca lulus SMA pun seperti kehilangan adegan pertemanan. Tapi setelah mendengar kalimat demi kalimat saya seperti tersambar petir [berlebihan] saya seperti “bercermin”. Kalimat-kalimatnya mirip seperti pemikiran yang saya miliki dengan versi berbeda tapi intinya sama. Tentu ada perbedaannya. Tapi saya menemukan ternyata kita memang ada kesamaan, yaitu sering berpikir dari sudut yang sembarangan. Ternyata keanehan berpikir ini bukan hanya saya mengalami, untunglah saya tidak “sendiri” hidup di tengah dunia yang makin “aneh” ini.
Saya sedikit mengerti dengan kemuakan dia terhadap lingkungan kampusnya. Dan saya yang kebetulan sedang merasa hal yang sama, mendadak bersyukur saya belum sampai level separah itu.
Masalah social dan masalah psikis memang sangat mengganggu ya.
Teman yang juga menunggu hujan di sore hari bertanya:
“burung kalau hujan terbang kemana ya?”
Mereka punya sayap, mereka bisa terbang, mereka bisa terbang kemanapun mereka mau.
Tapi mereka tetap butuh perlindungan. Mereka terbang sampai menemukan rasa aman. Meskipun tempat berteduh tidak selalu ada, toh mereka tetap terbang untuk mencari.
Jadi jangan patah semangat untuk mencari, teman!
Komentar
Posting Komentar