Langsung ke konten utama

Pertemuan tanpa Pertemanan

Tulisan ini didedikasikan untuk seorang teman. Hasil obrolan beberapa hari yang lalu masih saja bergejolak dipikiran saya. Sederhana saja tentang pertemanan. Terkadang saya bingung dalam menentukan sikap saat bertemu dengan teman yang sudah lama tidak bertemu. Dalam pikiran saya saat bertemu dengan seorang yang sudah lama tidak bertemu, baik yang dekat maupun yang tidak. Saya berusaha sebiasa mungkin,maksudnya saya bersikap seperti baru tidak bertemu sehari. Namun entah kenapa banyak teman-teman saya yang sudah lama ga ketemu malah bersikap jaim bin ajaib. Saya masih bisa bertoleransi dengan teman yang tidak terlalu dekat. Tapi bagaimana dengan teman yang dekat dan sangat dekat juga malah ikut-ikutan jaim bin ajaib?


Saya jadi berpikir apa 3 tahun yang dijalani dan membuat menjadi akrab bisa mengubah sikap kita terhadap seorang teman dengan hanya jarak setahun? Atau bahkan beberapa bulan? Apa artinya beberapa tahun saling mengenal hancur karena setahun tidak bertemu? Dan saat bertemu malah seperti menemui orang yang baru dikenal. Apa saya yang salah dalam memaknai teman? Atau semudah itukah hubungan pertemanan berubah? Sempat saya mendengar pepatah Jangan berharap banyak dari manusia, berharap banyaklah pada Tuhan. Saya tidak berharap banyak dari makhluk-makhluk yang dikatakan teman itu. Hanya bersikap seperti biasanya. Saya tau semua orang bisa berubah kapan saja, apakah perubahan diri juga termasuk perubahan dalam berteman. Mungkin saja.

Salah satu alasan ketidaktertarikan ikut reuni adalah bayangkan ketemu saja setahun sekali, reuni hanya 2-3 jam. Dan waktu beberapa jam itu hanya dihabiskan dengan basa-basi perkenalan ulang. Tertawa dipenuhi rasa jaim yang menggila. Hei, sebelum ini kita semua pernah melihat wajah jelek dari diri masing-masing. Kenapa harus malu? Apa terjebak dengan status kedewasaan, Teman tenang saja orang-orang yang kalian kira super dewasa, belum tentu memiliki pemikiran yang dewasa juga.

Sebenarnya saya ingin membicarakan ini langsung dengan kamu. Tapi saya mau bertaruh tidak mungkin kita bisa mengobrol hal-hal seperti ini. Saat sebelum pertemuan pikiran saya adalah “Banyak yang ingin diceritakan dan ditertawakan, Saya harus bertukar cerita dan bersikap sama seperti yang dulu”. Mungkin dalam pikiran kamu, “Sudah lama tidak bertemu,apa yang harus saya ceritakan? Sikap saya baiknya bagaimana? Jaim dikit ah”.

Kenapa juga disaat mulai menunjukan keaslian diri saya, malah teman saya kurang bisa menerima. Jadi apa semua harus terus diulang. Dengan perkataan “Apa kabar?” dan diakhiri “ Sampai Jumpa, dan kapan-kapan ketemu lagi!”. Kapan-kapan ya, yang punya arti “Males banget, entar-entar aja degh”.

Apa bagian tersulit menjadi teman yang baik?

Melihat apa yang teman kita lihat, dan ikut menikmati apa yang ia lihat.

Sayangnya itu dikatakan sulit.

Jadi sebenarnya ini sebuah cerita lama yang terus ada kan?

Lalu konsep pertemanan yang baik dan benar? Kamu pastinya lebih bisa menjelaskan.

Saya yakin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengingat

Beberapa hari ini saya banyak mengingat. Aktivitas yang kadang padatnya minta ampun, kadang juga kosongnya bikin ngelamun. Penyakit lupa saya makin menjadi, menurut mitos katanya yang pelupa itu banyak salah ama orangtua. Tapi secara ilmiah ada yang bilang orang pelupa gara-gara kebanyakan makan makanan yang banyak mengandung MSG. Ya meskipun, masih banyak lagi penyebab-penyebab lupa lainnya, yang saya pun belum tau pasti, saya menjadi pelupa seperti ini gara-gara apa. Saya mencoba meningat-ingat apa-apa saja yang terjadi beberapa hari ini, beberapa minggu ini, beberapa bulan ini, dan beberapa tahun ke belakang. Dan begitu banyak yang terjadi, sampai-sampai saya tida bisa mengingat semuanya, hanya kejadian-kejadian yang menimbulkan kesan khusus yang bisa saya ingat, itu pun samar, entah kesan baik, buruk, sedih, senang, takut, dan lainnya. Saya tidak menyangka saya sudah sampai sejauh ini, begitu banyak yang terlewati begitu saja. Saya tidak pernah menyangka apa yang ada di sekitar

Percaya Diri, Am I?

Hello, sudah lama rasanya tidak menuangkan huruf-huruf di blog ini. Daripada keburu usang dan tua saya akan mencoba menulis tentang PD. PD disini bukan mata kuliah Psikodiagnostik (sebuah mata kuliah berseri paling banyak,sampe 7 lho) yang menghiasi sanubari saya selama kuliah melainkan tentang percaya diri. Mungkin akan banyak yang bilang bahwa saya itu memiliki tingkat PD yang tinggi. Kelihatannya mungkin iya tapi nyatanya dan sejujur-jujurnya saya adalah orang yang pemalu dan mudah minder. That's the truth. Tapi sekarang bisa dibilang sudah agak mendingan dibandingkan dulu lho. Dulu waktu TK sampe SD kelas 2an saya masih suka bersembunyi dibalik ketiak Ibu saya ketika ada Om dan Tante yang ke rumah. Atau bersembunyi di kamar dengan jantung berdebar-debar karena takut ditanya (sekarang juga masih sembunyi di kamar tapi dengan alasan yang berbeda). Dan sedikit-sedikit hal itu mulai berubah ketika saya menyadari bahwa tubuh saya tidak cukup lagi untuk bersembunyi di balik ketiak Ib

Sebuah Hari Istimewa

Semua orang pasti memiliki beberapa tanggal dalam hidupnya yang dijadikan sebagai hari istimewa. Hari yang akan terasa berbeda dari biasanya. Hari dimana kita terkadang tidak bisa tidur karena tidak sabar menanti datangnya esok. Hari dimana jantung kita terasa berdebar lebih cepat dari biasanya. Hari dimana kita tidak sabaran untuk segera menemui hari itu. Itulah sesuatu yang disebut istimewa menurut saya. Ada beberapa hari, diantara 365 hari dalam setahun yang kita tandai. Saya pun memilikinya. Beberapa hari istimewa, entah itu berisi kesenangan atau berbalut kesedihan. Karena sesuatu yang istimewa tidak selalu berisi tawa. Sayangnya tidak semua orang bisa paham akan apa yang kita sebut istimewa. Saya berkata setiap kamis istimewa belum tentu orang pun dapat beranggapan sama atau minimal memahami apa yang kita rasakan saat menghadapi hari itu. Seharusnya saya dapat memahami hal itu, tidak merasa keberatan ketika orang lain menganggap hari itu adalah hari yang biasa saja. Tidak berhak