Langsung ke konten utama

namanya juga air teh

Manusia, banyak yang memutuskan untuk tidak memakai gula tebu lagi. Dengan alasan kesehatan. Mungkin masa kejayaan gula sudah semakin menurun saja. Padahal dulu gula sempat menjadi barang yang paling dicari dan bernilai tinggi. Tapi apa daya gula, jika penyakit diabetes sekaang sudah dijadikan alas an untuk mengurangi bahkan berhenti mengkonsumsi gula.

Ada beberapa manusia yang memiliki kebiasaan yang sama di sore hari. Minum teh. Ya teh cocok untuk dijadikan teman di sore hari. Dengan cara membuat teh yang berbeda, namun tetap dengan komposisi yang sama, teh, gula, dan air. Ya meskipun sering juga ada yang menambahkan campuran yang lain. Namun ketiga itu adalah komposisi utamanya. Teh dengan rasanya yang sedikit pahit, air dengan rasa tawarnya, dan gula dengan rasa manisnya.
Ketiganya, sangat kompak jika dimasukan bersamaan. Sampai isu-isu penyakit semakin terkenal. Gula pun dikurangi, dan semakin dikurangi. Jika memiliki uang lebih, tidak sedikit yang membeli gula pengganti.

Air dengan teh saja, enak juga untuk diminum. Air dengan gula, rasanya hanya manis saja, dan lebih cocok untuk dicampurkan ke larutan lainnya. Teh dengan gula saja, apa yang bisa diminum? Ternyata rasa manis yang dijanjikan, tidak selalu yang paling utama. Toh rasa tawar dengan pahit pun sudah pas. Kalaupun air, bosan dengan pahitnya teh, sesekali dimasukan sedikit gula, kembali manis, walaupun tidak semanis biasanya.
Ya, air dengan teh memang sudah yang paling cocok, gula pun tidak bisa membuat keduanya jadi terpisah. Dan gula pengganti pun sekarang mulai sering dipakai untuk mendapatkan rasa manis yang lebih aman, yang tidak membuat rasa manis lebih mendominasi dari pada rasa teh nya. gula pun semakin tidak dibutuhkan.

Bukankah memang gula itu hanya factor tambahan?
Bukan factor utama.

Jadi dengan rasa pahit yang ada pun, bisa saja menimbulkan rasa “manis” dari manusia itu sendiri. Jika meminumnya dengan penuh “gula” dipikiran mereka.
Jadi, selamat datang air dan teh, gula, tidak akan lagi mencoba merusak rasa bahkan mendominasi rasa teh. Tidak akan lagi membuat yang meminumnya, bertambah menderita karena penyakit. Meskipun begitu, gula tetaplah gula, mungkin ia akan dipakai lagi, ketika pahitnya sudah keterlaluan. Tapi ingat Cuma sedikit ya. Namanya juga air teh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Solo Traveling (part 1)

Hei apa kabar my dearest blog? Wah sudah dua tahun ya tidak ada posting sama sekali di blog ini. Bukan tidak ingin untuk menulisa lagi, hanya saja hmmmmm. Okey mari kita lewati memberikan berbagai macam alasan untuk tidak menulis, sekarang saya akan sedikit memberikan pengalaman saya seputar jalan-jalan. Rasanya sudah cukup lama sih tidak menulis sesuatu yang bersifat informatif di blog ini. Tulisan-tulisan terakhir saya berisi cerita-cerita fiksi, keluh kesah, puisi, dan hal-hal yang mungkin kurang informatif dan bermanfaat (tapi cukup menghibur kan?). Bukan sok nasionalis sih, tapi emang Indonesia itu negara yang luas dan punya banyak sekali tempat-tempat yang bisa dikunjungi.   Saya tiba-tiba baru sadar bahwa saya sudah terlalu sering jalan-jalan. Memang sih saya belum bisa dikategorikan sebagai backpacker sejati atau traveler akut. Apalagi kalau mau adu jumlah negara yang dikunjungi, duh saya masih cupu sekali. Selain karena waktu dan ehem budget, saya lebih fokus u

Review: The Other Boleyn Girl

I give 4,5 star from 5 for this movie. Wow. Satu lagi jajaran film yang masuk film kategori “sangat bagus” menurut saya. Saya baru berkesempatan menonton film ini hari ini. Dan ternyata tidak pernah ada kata terlambat untuk film bagus. Ceritanya sendiri sangat complicated, bukan sekedar cinta, tapi juga melibatkan nafsu, ambisi, politik, humanity, dan berbagai kata lain yang akan muncul setelah saya menonton film ini.Film ini sendiri diangkat dari sebuah novel dengan judul yang sama karangan dari Philippa Gregory. Saya sebenarnya agak kebingungan apakah ini kisah nyata atau hanya fiksi sebagaian berkata ini fiksi namun ada beberapa hal yang memang bersumber dari sejarah Inggris. Tapi kali ini saya bukan mau concern ke sejarahnya melainkan ke film nya (tapi penasaran dengan sejarah aslinya). Film ini sendiri bukanlah film yang baru sudah ada dari tahun 2008 di luar negeri sana. Saya kurang tau nasib film ini di Indonesia, apa sudah beredar atau tidak. Film ini bercerita tentang sebuah

8 Hari Jelang Premiere

Ternyata saya mengalami ketakutan luar biasa jelang premiere. Takut kalau filmnya malah dihujat orang, takut kalau dengar selentingan "Ih filmnya ga banget deh". Takut juga denger "Duh Sutradaranya payah nih". Dan komentar-komentar lainnya yang bisa menyayat hati. Sumpah. Ini baru pertama kalinya film pendek yang saya sutradarai di putar secara umum. Dan ternyata rasanya lebih fantastis. saya malah jadi takut jangan-jangan tidak ada yang mau nonton film "Senja" lagi. Wajarkan ya kalau sutradara amatir semacam saya mengalami kegugupan ini? Mudah-mudahan saja semua berjalan lancar. Acaranya banyak yang datang dan tidak mengecewakan. Amien