Letakan batu itu, dan lihat lah, warna merah yang menyelimutinya
Terang sekali, bisakah kamu melihatnya?
Saya tidak, baiknya saya hentakan saja kaki ini,
Pada batu yang kamu letakan tadi, agar saya bisa melihat,
Maukah kamu menolong saya melihat warna merah itu,
Kamu berlarian, nafas mu terengah-engah,
Seakan kamu begitu tertariknya sampai kamu lupa sesuatu,
Silaunya warna merah itu,
Membuat mata saya seperti tertusuk, sebuah panah besar yang tajam
Biasanya warna-warna lain, sanggup saya teguk keindahannya
Warna ini tidak bisa dicapai,
Saya hanya tua keindahannya dari kata-kata yang tiap hari kamu dengungkan
Baiknya saya melihat dari teralis besi rumah saja,
Di sana aman, saya bisa melemaskan seluruh mata saya yang kelelahan
Namun, tetap saja saya tidak bisa menikmati merah itu,
Oh karena saya pucat,
Pucat, sesorang yang pucat seperti saya, yang bahkan tidak punya rona ini,
Ternyata tidak kuat untuk menatap merah yang terang,
Lalu saya akan kembalikan batu ini, dan menutup jendela rumah saya rapat-rapat
Memutuskan, merenung
Dan bercermin lagi, di tengah cahaya yang minim sekali,
Dalam keadaan seperti ini, ternyata saya tidak pucat,
Ada rona, saya tersenyum menatap diri,
Lalu tertawa sekeras-kerasnya.
Ini tidak akan pernah selesai.
Komentar
Posting Komentar