Langsung ke konten utama

Yellow, mellow, and slow


ont-size:100%;" >yellow,

apa arti warna itu buat kalian?

Gue kurang begitu suka kuning, katanya sih kuning itu cerah, ceria, tapi lain cerita kalo langit yang berwarna kuning, gue sangat cinta sama kondisi langit yang sangat kuning. Yang pasti warna kuning gue ga suka, tapi langit yang berwarna kuning gue suka. Tapi kalo dibilang gue ga suka warna kuning, gue suka kok sama warna kuning yang ada di lampu lalu lintas [lampu merah], dalam lampu itu ada 3 warna, merah-kuning-hijau, tapi kenapa kuning jarang diperhatiin? Yang dipentingin Cuma merah atau ijo, padahal kalo dilihat dari artinya, warna kuning punya arti yang paling bijak diantara 2 warna lainnya. Hati-hati merah bakalan datang, hati-hati ijo bakalan muncul. Tapi kuning jarang dihiraukan, kehadirannya jarang digubris. Kasian nasib kuning yang begitu mellow, dipikir-pikir, dia memiliki fungsi yang besar, tapi orang-orang yang melewatinya jarang yang sadar akan keberadaanya. Mungkin kurang adil kali ya, bayangin lampu merah menyala biasanya sama lamanya dengan lampu ijo, tapi kuning? Cuma sedetik sampe 5 detik.

Kehadirannya yang sebentar, mungkin membuatnya kurang berkesan di mata orang-orang. Tapi meskipun begitu, lampu kuning, jarang bikin orang marah, saat merah, orang sering mengeluh betapa lamanya merah itu menyala, saat ijo, orang sangat senang akan kedatangannya, meskipun ga jarang orang-orang nyalahin kedatangan kuning.


Tapi jarang orang yang sadar akan kehadirannya yang terasa begitu cepat. Kuning?

Cukup Aman.


Lalu kapankan pikiran gue punya lampu kuning? Yang gue butuhin sekarang, lampu kuning yang terus menyala, yang ngingetin gue dalam melangkah atau berhenti melangkah. Lampu kuning yang bisa buat langkah gue melambat jika merah datang, dan membuat gue siap-siap ketika hijau tiba.

Banyak mau nya gue? Bener deh, gue emang banyak mau-nya, banyak ga suka-nya, banyak ga cocok-nya. Ada aja yang bikin gue ga suka sama suatu hal, selalu ada, kenapa gue ga bisa dengan cepat menerima sesuatu dengan apa adanya, tanpa banyak protes, kalo gini terus, dengan siapakah gue harus hidup? Toh, gue selalu ngerasa ada yang ga sesuai. Mampus aja deh lo gung.

Kan lagi-lagi mellow, jangan ditambah lagi ah, biarin semua berjalan lambat, slowly, dinikmatin sepahit-pahitnya rasa yang bakalan dikecap, tetep harus ditelen. Meskipun ga ada yang jamin, kalo nanti gue bisa sakit perut.

Let it be.

Satu hal lagi yang lagi mengganjal, katanya sih, becandaan gue ga di-filter, oke lah mungkin emang gue sering banget dianggap keterlaluan dan masuk ke hati, tapi sadar atau ga sadar, becandaan yang disampein buat gue, ga sedikit juga masuk ke hati dan jadi pikiran buat gue, walaupun ga terlalu keliatan kalo gue lagi mikirin hal itu, dan sebisa mungkin gue redam itu semua dan mencoba menerima pola becandaan orang lain, bukankah teman kalo itu memang disebut “teman”, harus bisa saling menerima?

Atau gue emang ga bisa ditoleransi lagi kali ya? Dan mungkin, sekarang, gue bakalan lebih sering jadi pendengar, susah pasti, tapi ya dicoba.


Entah, gue jadi linglung gini, apa-apa males, ga pengen ngelakuin apa-apa, dan ini udah melanda gue dalam beberapa hari ini, ada aja yang bikin mata gue bersemut ngeliat orang atau lingkungan sekitar [mau lo apa sih gung], ada aja yang bikin mood gue berubah, biasanya gue selalu punya cara buat ngatasin perubahan mood, tapi sekarang, gue kehabisan cara, kehabisan akal buat ngatasin semua ini. Gue butuh sesuatu, pergi ke tempat yang jauh, terus ngelamun sambil dengerin musik, kayaknya mantep. Gue butuh rehat dari pikiran-pikiran yang terus menekan tanpa ampun, gue butuh sesuatu buat menjinakan kembali mood gue. Fight or flight?

Maybe fight and then flight. Slowly. Mellow. Yellow.

Komentar

  1. warna kuning itu indah.
    cerah.
    ceria.

    malah ada yg bilang kalo orang yang lagi jatuh cinta auranya bewarna kuning.

    ummm..
    hayoo masii gag suka warna kuning ???
    hidupp kuninggg !!!!

    BalasHapus
  2. tetep ga suka, kalo kuning berdiri sendiri, apa lagi kalo sampe melekat di tubuh..haha

    apa?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Solo Traveling (part 1)

Hei apa kabar my dearest blog? Wah sudah dua tahun ya tidak ada posting sama sekali di blog ini. Bukan tidak ingin untuk menulisa lagi, hanya saja hmmmmm. Okey mari kita lewati memberikan berbagai macam alasan untuk tidak menulis, sekarang saya akan sedikit memberikan pengalaman saya seputar jalan-jalan. Rasanya sudah cukup lama sih tidak menulis sesuatu yang bersifat informatif di blog ini. Tulisan-tulisan terakhir saya berisi cerita-cerita fiksi, keluh kesah, puisi, dan hal-hal yang mungkin kurang informatif dan bermanfaat (tapi cukup menghibur kan?). Bukan sok nasionalis sih, tapi emang Indonesia itu negara yang luas dan punya banyak sekali tempat-tempat yang bisa dikunjungi.   Saya tiba-tiba baru sadar bahwa saya sudah terlalu sering jalan-jalan. Memang sih saya belum bisa dikategorikan sebagai backpacker sejati atau traveler akut. Apalagi kalau mau adu jumlah negara yang dikunjungi, duh saya masih cupu sekali. Selain karena waktu dan ehem budget, saya lebih fokus u

Review: The Other Boleyn Girl

I give 4,5 star from 5 for this movie. Wow. Satu lagi jajaran film yang masuk film kategori “sangat bagus” menurut saya. Saya baru berkesempatan menonton film ini hari ini. Dan ternyata tidak pernah ada kata terlambat untuk film bagus. Ceritanya sendiri sangat complicated, bukan sekedar cinta, tapi juga melibatkan nafsu, ambisi, politik, humanity, dan berbagai kata lain yang akan muncul setelah saya menonton film ini.Film ini sendiri diangkat dari sebuah novel dengan judul yang sama karangan dari Philippa Gregory. Saya sebenarnya agak kebingungan apakah ini kisah nyata atau hanya fiksi sebagaian berkata ini fiksi namun ada beberapa hal yang memang bersumber dari sejarah Inggris. Tapi kali ini saya bukan mau concern ke sejarahnya melainkan ke film nya (tapi penasaran dengan sejarah aslinya). Film ini sendiri bukanlah film yang baru sudah ada dari tahun 2008 di luar negeri sana. Saya kurang tau nasib film ini di Indonesia, apa sudah beredar atau tidak. Film ini bercerita tentang sebuah

8 Hari Jelang Premiere

Ternyata saya mengalami ketakutan luar biasa jelang premiere. Takut kalau filmnya malah dihujat orang, takut kalau dengar selentingan "Ih filmnya ga banget deh". Takut juga denger "Duh Sutradaranya payah nih". Dan komentar-komentar lainnya yang bisa menyayat hati. Sumpah. Ini baru pertama kalinya film pendek yang saya sutradarai di putar secara umum. Dan ternyata rasanya lebih fantastis. saya malah jadi takut jangan-jangan tidak ada yang mau nonton film "Senja" lagi. Wajarkan ya kalau sutradara amatir semacam saya mengalami kegugupan ini? Mudah-mudahan saja semua berjalan lancar. Acaranya banyak yang datang dan tidak mengecewakan. Amien