Langsung ke konten utama

the Reader bikin Mati Suri

[harusnya, udah di publish dari kemaren-kemaren, jadi rada telat]

Hasrat nge-review, akhirnya bis dilaksanakan juga, kalo dulu di mp, kerjaan gue nge-review film mulu, pindah ke sini jadi jarang, jdi mau gue terusin lagi..

The Reader.

Heaven will take you back and look at you and say:
“Only one thing can make it’s all complete and that thing is love


Film garapan Stephen Daldry ini emang bener-bener, touching banget lah, ceritanya ngena bener, awalnya gue sempet hampir ngantuk nonto film ini, soalnya alurnya sedikit lelet, tapi gue paksain dan ga lama, gue mulai jatuh cinta ama film ini. Akting Kate Winslet yang berperan jadi Hanna Smith, bener-bener dapet feel-nya, film ini kuat banget cerita, soalnya, diliat dasri setting biasa aja, ga menyajukan gambar yang bener-bener indah, tapi tetep menarik, yang makin bikin film ini makin mantep, yaitu scoring musiknya, yang keren. Akting David Kross juga ga kalah, ekspresinya dari mulai dia gugup ketemu Hanna, sampai dia making love sama Hanna, bener-bener bagus.

Ceritanya sederhana sih,
Seorang pelajar berumur 15 tahun yang bernama Michael Burg (David Kross), lagi sakit, terus muntah-muntah di jalan, ditolongin ama Hanna (Kate Winslet), yang punya kerjaan kondektur bus, dari sana merekan kenal. Setelah sembuh, Berg, berniat ngucapin terima kasih ke Hanna, eh malah kepincut, dan terjadilah, *sensor*, sejak itu, tiap pulang sekolah, Berg pasti ke rumah Hanna buat ngelakuin "itu", for your info, Hanna sudah berumur jauh lebih tua dari Berg, tapi Berg ga peduli. Yang aneh, Hanna ngasih syarat sebelum "itu", Berg harus bacain sebuah buku buat dia. Sampai suatu saat, mereka ada masalah, dan Hanna pergi ninggalin Berg. Setelah beberapa tahun ga ketemu, Berg melihat Hanna ada di pengadilan buat diadili, soalnya Hanna dituduh ikut andil dalam matinya 300 orang yahudi. Sebenernya dia ga bersalah tapi demi mempertahankan harga dirinya, dia akhirnya ngaku. Dan di penajara seumur hidup.

Ada dua masalah inti di film yang diangkat dari novel berjudul sama, kisah cinta dua orang ang berbeda usia sama keteguhan Hanna mempertahankan harga diri dia, karena dia ga bisa baca. Dan kedua masalah ini dikemas menarik. Pokoknya gue rekomendasiin lah.



Film selanjutnya..


Mati Suri

Sebenernya gue ga terlalu suka film horror, karena dua hal, gue emang parno-an, abis nonton horror sering kebayang-bayang di rumah, kedua, merasa rugi, ngeluarin duit buat ditakutin. Tapi ya gimana lagi, hari itu, yang niatnya mau liat pameran seni di ITB, tapi salah jadwal, malah jadinya nonton, film “Mati Suri”. Film yang sering didengung-dengungkan, sama temen-temen gue, dari pertama liat trailernya di bioskop, dan pas liat cuplikannya, ini film emang bukan film asal jadi, kayak film horror Indonesia lainnya, yang penting horror, ada adegan tidak senonohnya, hantu pake bedak pohaci juga ga jadi masalah, yang penting jadi, duid masuk. Apalagi liat sutradara film ini, Rizal mantovani, kalopun filmnya, acting para pemainnya, dan hantunya ga serem, at least gue bisa ngeliat gambar-gambar yang indah, secara dia sutradara viedo clip, yang sudah senior.

Dan ternyata, hasil fiml ini, gue kasih 3 bintang deh [dari 6], buat ukuran film horror Indonesia, cukup bagus disbanding film-film lain yang beredar sekarang kayaknya. Terlihat niat yang penuh buat nge-garap film ini, dan yang satu hal yang penting mereka ga jual artis dangdut yang jual body. Disini yang main, Nadine Chandrawinata yang berperan sebagai Abel. Gue harus bilang film ini cukup artisik. Dari segi setting tempat dan arah pengambilan kamera, yang keren. Secara plot, lumayan cepet, ga bertele-tele. Dan sedikit mikir, apa hubungan ke-mati-suri-an Nadine dengan hantu anak kecil, yang terjawab hampir di ending film. Yang bikin, sedikit menggangu di film ini adalah acting nya Keith Foo yang berperan jadi Charlie, sebenernya dapet sih feel-nya, tapi logat bule-nya sedikit mengganggu. Terlepas dari aktingnya Keith Foo, film ini bikin penonton se-bioskop terkaget-kaget, dengan efek suara yang keren, scoring music nya juga bagus, Andi Rianto, menambah keindahan dibalik seremnya film ini. Dilihat dari hantunya, awalnya gue sempet bosen sama hantunya yang itu-itu lagi, anak kecil, dan ternyata pas klimaksnya, hantu yang punya lakon muncul, dan itu jelek banget. Endingnya bagus, meskipun nge-gantung, tapi cukup lah, daripada kita diceramahin ama penjelasan-penjelasan di akhir?

Sinopsisnya Gini:

Abel sama pacaranya Wisnu (Yama Carlos), berniat buat nikah, undangannya udah jadi, pokoknya tinggal nikah, taunya, tiba-tiba ada cewek yang namanya Lisa (Tyas Mirasih) dating ngaku-ngaku hamil, dan itu anaknya Wisnu. Abel, frustrasi berat, dan nyoba bunuh diri, minum obat-obatan. Lalu Abel dibawa ke Rumah Sakit, dan mengalami mati suri. Dari sana ia ngalamin ha;-hal yang aneh. Pas sembuh, dia dibawa ke Villa Charlie, buat nenangin diri sekaligus nge-design villa itu. Dan disana pula Abel ketemu hantu anak kecil yang nyruh dia bunuh diri lagi. Selama disana Abel ditemenin ama seorang cewek yang namanya Widi. Yang ternyata, bukan manusia. Dan Abel terus menerus mendengar suara anak kecil berbicara “mati tidak cukup sekali”. Sampai akhrinya tau siapa Charlie sebenarnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengingat

Beberapa hari ini saya banyak mengingat. Aktivitas yang kadang padatnya minta ampun, kadang juga kosongnya bikin ngelamun. Penyakit lupa saya makin menjadi, menurut mitos katanya yang pelupa itu banyak salah ama orangtua. Tapi secara ilmiah ada yang bilang orang pelupa gara-gara kebanyakan makan makanan yang banyak mengandung MSG. Ya meskipun, masih banyak lagi penyebab-penyebab lupa lainnya, yang saya pun belum tau pasti, saya menjadi pelupa seperti ini gara-gara apa. Saya mencoba meningat-ingat apa-apa saja yang terjadi beberapa hari ini, beberapa minggu ini, beberapa bulan ini, dan beberapa tahun ke belakang. Dan begitu banyak yang terjadi, sampai-sampai saya tida bisa mengingat semuanya, hanya kejadian-kejadian yang menimbulkan kesan khusus yang bisa saya ingat, itu pun samar, entah kesan baik, buruk, sedih, senang, takut, dan lainnya. Saya tidak menyangka saya sudah sampai sejauh ini, begitu banyak yang terlewati begitu saja. Saya tidak pernah menyangka apa yang ada di sekitar

Percaya Diri, Am I?

Hello, sudah lama rasanya tidak menuangkan huruf-huruf di blog ini. Daripada keburu usang dan tua saya akan mencoba menulis tentang PD. PD disini bukan mata kuliah Psikodiagnostik (sebuah mata kuliah berseri paling banyak,sampe 7 lho) yang menghiasi sanubari saya selama kuliah melainkan tentang percaya diri. Mungkin akan banyak yang bilang bahwa saya itu memiliki tingkat PD yang tinggi. Kelihatannya mungkin iya tapi nyatanya dan sejujur-jujurnya saya adalah orang yang pemalu dan mudah minder. That's the truth. Tapi sekarang bisa dibilang sudah agak mendingan dibandingkan dulu lho. Dulu waktu TK sampe SD kelas 2an saya masih suka bersembunyi dibalik ketiak Ibu saya ketika ada Om dan Tante yang ke rumah. Atau bersembunyi di kamar dengan jantung berdebar-debar karena takut ditanya (sekarang juga masih sembunyi di kamar tapi dengan alasan yang berbeda). Dan sedikit-sedikit hal itu mulai berubah ketika saya menyadari bahwa tubuh saya tidak cukup lagi untuk bersembunyi di balik ketiak Ib

Sebuah Hari Istimewa

Semua orang pasti memiliki beberapa tanggal dalam hidupnya yang dijadikan sebagai hari istimewa. Hari yang akan terasa berbeda dari biasanya. Hari dimana kita terkadang tidak bisa tidur karena tidak sabar menanti datangnya esok. Hari dimana jantung kita terasa berdebar lebih cepat dari biasanya. Hari dimana kita tidak sabaran untuk segera menemui hari itu. Itulah sesuatu yang disebut istimewa menurut saya. Ada beberapa hari, diantara 365 hari dalam setahun yang kita tandai. Saya pun memilikinya. Beberapa hari istimewa, entah itu berisi kesenangan atau berbalut kesedihan. Karena sesuatu yang istimewa tidak selalu berisi tawa. Sayangnya tidak semua orang bisa paham akan apa yang kita sebut istimewa. Saya berkata setiap kamis istimewa belum tentu orang pun dapat beranggapan sama atau minimal memahami apa yang kita rasakan saat menghadapi hari itu. Seharusnya saya dapat memahami hal itu, tidak merasa keberatan ketika orang lain menganggap hari itu adalah hari yang biasa saja. Tidak berhak