Langsung ke konten utama

komitmen, apa pula itu?

Jelang beberapa hari lagi kakak gue nikah. Terlihat kakak gue semakin cemas, gampang marah, dan segala dipikirin. Tapi gue liat kok kalo capenya, pusingnya, stressnya itu, sambil bahagia. Ya bukan mau sok tau nih, tapi keliatan dia nunggu banget hari itu, hari pernikahan yang telah ia tunggu sekian lama. Salut gue buat 2 kakak gue yang siap menikah. Kenapa salaut? Sampe sekarang gue ga kebayang, gue nanti bakalan nikah atau engga, gimana kalo gue ga nemu-nemu isrti, gimana kalo gue ngerasa ga cocok terus sama orang lain, dan pertanyaan-pertanyaan gimana lainnya. Mungkin adek gue bisa dibilang lebih jago lah dalam urusan ngambil hati perempuan, buktinya jelas, di umur yang sekarang dia udah punya pacar. Tapi gue? Belum apa-apa udah ciut, mikir yang aneh-aneh, komitmen, hal yang mengerikan buat gue, kalau dibilang Cuma gara-gara kejadian diputusin doang trus digantung cukup lama, kayaknya bukan itu yang bikin gue menjadi takut dengan kata sakti itu. Factor orangtua? Gue belum berani banyak cerita tentang ini, yang pasti gue lebih melihat banyak ruginya daripada untungnya, dan kejadian-kejadian, yang makin bikin gue berkesimpulan, pernikahan, saling berkomitmen, saling menyayangi sampai akhir hayat dan hal-hal yang romantis lainnya, hanya bohong belaka buat gue, yang ada Cuma pengikat nafsu. Tapi kan gue ga boleh mengeneralisasikan pernikahan secepat itu, banyak kok yang bahagia, dan maut yang memisahkannya, andaikan, gue berada di keluarga yang ga se-rumit ini [buat gue], dimana masalah dihargai dan menghargai selalu jadi topik utama beserta selalu masalah yang itu-itu lagi, gue mungkin bakalan ngebet cari istri. Wah kalo banyak perempuan yang baca, curiga pada takut kalo sampe nikah sama gue, haha, dulu sempet gue begitu egois, yang gue pengen, seorang “sosok” baru, aib. Lain dengan anak kebanyakan yang masih mendambakan sosok itu hadir dan bisa bertukar pikiran setiap saat, membuat obrolan yang seru, buat gue sosok itu udah dicoret setebal-tebalnya, masa bodoh, yang penting, “yang satu lagi”, masih terus pengen bersamanya, meskipun gue suka nyengir miris, jujur gue butuh sosok kayak gitu, tapi buat gue itu ga mungkin, entah sekeras apapun ia berusaha, mencoba berubah, bagi gue dia ga pernah berubah sekalipun, gue masih meyakini, dia bisa menerkam saja setiap saat. Cukup kejadian-kejadian yang buat gue panik sampe sekarang, panik setiap ada orang saling berteriak dengan nada tinggi, saling nyolot, langsung bikin dada gue sesak, membuat nafas gue pendek. Traumatic.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Solo Traveling (part 1)

Hei apa kabar my dearest blog? Wah sudah dua tahun ya tidak ada posting sama sekali di blog ini. Bukan tidak ingin untuk menulisa lagi, hanya saja hmmmmm. Okey mari kita lewati memberikan berbagai macam alasan untuk tidak menulis, sekarang saya akan sedikit memberikan pengalaman saya seputar jalan-jalan. Rasanya sudah cukup lama sih tidak menulis sesuatu yang bersifat informatif di blog ini. Tulisan-tulisan terakhir saya berisi cerita-cerita fiksi, keluh kesah, puisi, dan hal-hal yang mungkin kurang informatif dan bermanfaat (tapi cukup menghibur kan?). Bukan sok nasionalis sih, tapi emang Indonesia itu negara yang luas dan punya banyak sekali tempat-tempat yang bisa dikunjungi.   Saya tiba-tiba baru sadar bahwa saya sudah terlalu sering jalan-jalan. Memang sih saya belum bisa dikategorikan sebagai backpacker sejati atau traveler akut. Apalagi kalau mau adu jumlah negara yang dikunjungi, duh saya masih cupu sekali. Selain karena waktu dan ehem budget, saya lebih fokus u

Review: The Other Boleyn Girl

I give 4,5 star from 5 for this movie. Wow. Satu lagi jajaran film yang masuk film kategori “sangat bagus” menurut saya. Saya baru berkesempatan menonton film ini hari ini. Dan ternyata tidak pernah ada kata terlambat untuk film bagus. Ceritanya sendiri sangat complicated, bukan sekedar cinta, tapi juga melibatkan nafsu, ambisi, politik, humanity, dan berbagai kata lain yang akan muncul setelah saya menonton film ini.Film ini sendiri diangkat dari sebuah novel dengan judul yang sama karangan dari Philippa Gregory. Saya sebenarnya agak kebingungan apakah ini kisah nyata atau hanya fiksi sebagaian berkata ini fiksi namun ada beberapa hal yang memang bersumber dari sejarah Inggris. Tapi kali ini saya bukan mau concern ke sejarahnya melainkan ke film nya (tapi penasaran dengan sejarah aslinya). Film ini sendiri bukanlah film yang baru sudah ada dari tahun 2008 di luar negeri sana. Saya kurang tau nasib film ini di Indonesia, apa sudah beredar atau tidak. Film ini bercerita tentang sebuah

8 Hari Jelang Premiere

Ternyata saya mengalami ketakutan luar biasa jelang premiere. Takut kalau filmnya malah dihujat orang, takut kalau dengar selentingan "Ih filmnya ga banget deh". Takut juga denger "Duh Sutradaranya payah nih". Dan komentar-komentar lainnya yang bisa menyayat hati. Sumpah. Ini baru pertama kalinya film pendek yang saya sutradarai di putar secara umum. Dan ternyata rasanya lebih fantastis. saya malah jadi takut jangan-jangan tidak ada yang mau nonton film "Senja" lagi. Wajarkan ya kalau sutradara amatir semacam saya mengalami kegugupan ini? Mudah-mudahan saja semua berjalan lancar. Acaranya banyak yang datang dan tidak mengecewakan. Amien