Waktu itu di sore hari yang panas, saya bertemu dengan seseorang, dia diam, menarik, entah hal apa yang membuat saya ingin berlama-lama dengannya. Dengan mimik wajah yang tidak ingin diganggu, saya tetap ingin mencoba berkenalan dengannya, dengan nyali yang begitu besar, saya coba menyapanya. Dia melirik, meskipun hanya sedetik. Tapi itu berarti bagi saya. Saya diam.
Esoknya, saya temui lagi dia, masih dengan posisi yang sama, tanpa ada perubahan sedikitpun. Saya dekati lagi, hanya untuk mengenalnya lebih jauh. Saya mulai bertanya sedikit demi sedikit, meskipun dengan jawaban yang seadanya, saya tetap merasa puas dengan berbagai jawaban itu.
Katanya, ia hilang arah, saya tertegun, dalam ruangan itu hanya ada saya dan dia, lalu ia melanjutkan berbicara, ia tidak tau kemana langkah yang akan ia kejar, saya terdiam kembali.
Hari selanjutnya, saya tidak ingin menemuinya, entah kenapa saya tidak tertarik lagi untuk berdialog dengannya. Namun kali ini, ia yang menemui saya. Masih di ruangan yang sama, hanya kami berdua. Dia menyapa saya, dia bertanya apakah saya takut, saya jawab tidak. Dia bercerita kembali, tentang kekosongan dirinya, saat ini ia terus berjalan tanpa pergerakan dan mencoba membuka sebuah ruangan tak berpintu, ia masih berpikir bagaimana caranya untuk memasuki ruangan itu. Saya tidak tau. Dia tetap memaksa saya untuk menjawab pertanyaan yang saya tidak tau jawabannya. Dia pasrah, kembali dengan tatapan kosong, wajahnya berbicara seakan ia menyesal telah bertanya pada saya. Saya hanya menunduk kebawah. Saat saya mengangkat wajah, ia sudah pergi.
Telah beberapa hari ia tidak pernah muncul, saya merindukannya, untuk berdialog tentang suramnya ruangan ini, meskipun sering kali saya tidak menginginkannya. Tapi, seketika dia datang dengan wajah ketakutan, seperti ingin mengatakan sesuatu yang amat penting, saya heran melihat tingkah lakunya. Badannya bergetar, dan mulai mendekati saya. Dan mulai membisikan sebuah kalimat yang mebuat saya kaku seketika.
Kaku.
Komentar
Posting Komentar