Langsung ke konten utama

Pilihan

Dulu waktu SD sempet merasa bahagia banget ketika soal ulangan mulai dikasih pilihan ganda. Anehnya makin girang ketika pilihannya ditambah yang asalnya cuma A,B, C jadi ada tambahan pilihan yaitu D. Rasanya ulangan akan menjadi lebih mudah ketika semakin banyak pilihan, terutama ketika sedang tidak siap. Beranjak SMA semakin menyadari bahwa pilihan yang banyak di soal ujian justru malah semakin menjebak kita menuju jawaban yang salah. Akhirnya lebih menyukai soal uraian daripada soal pilihan ganda, alasannya sederhana karena jika soalnya uraian maka akan lebih mudah untuk mengarang indah. Bahkan dulu punya asumsi bahwa dengan kita menulis saja sudah dapat poin 1. 

Sejak kecil juga kita sudah dilatih untuk memilih mulai dari soal ulangan, makan apa, pakai baju apa, lanjut sekolah di mana, hobinya apa, suka musik apa, film apa, buku apa, dan semakin dewasa kita mulai dihadapkan dengan semakin banyak pilihan. Apalagi setelah kita dianggap dewasa, sepenuhnya ya hanya kita sendiri yang memutuskan untuk pilih yang mana. Bebas? Tidak juga, kegiatan memilih memang sudah dilatih sejak kecil mulai dari pilihan yang tak terbatas hingga pilihan yang terbatas layaknya ulangan dengan soal pilihan ganda, pilihannya hanya A, B, C, D atau E. 




Lulus kuliah saya anggap menjadi kegiatan memilih paling kompleks, sejauh ini. Kenapa? Karena tahapan berikutnya sepenuhnya jadi tanggung jawab pribadi. Pertanyaan yang harus dijawab dalam tahap itu adalah : "Mau jadi apa?". Saya pribadi akhirnya memilih murtad dari jalur kuliah saya. Saya memilih ikut program percepatan jadi tukang kredit. Selama di sana saya banyak dapat pengalaman yang benar-benar baru, mulai dari pengetahuan jadi tukang kredit, merasakan 7 jam perjalan untuk ke bioskop, punya sahabat yang teramat dekat, asmara beda agama, dan masih sangat banyak lagi. Hingga akhirnya saya memilih keluar dari zona nyaman yang benar-benar nyaman, untuk sekedar tau ada apa di luar sana. 

Tak lama, saya terjun jadi tukang tagih premi asuransi. Rasanya senang bukan main bisa kembali ke ibukota. Selama jadi tukang tagih premi saya sangat menikmati lingkungan kerjanya, bahkan saya dapat bos terbaik justru di sana. Sayangnya apa yang dicari tidak cukup untuk memenuhi tujuan awal saya berhenti sebagai tukang kredit. Saya memutuskan untuk kembali mencari. 

Berbagai proses saya lewati, jujur saja masa itu bukanlah masa yang mudah, bahkan masa yang berat. Ada peran idealisme yang terkadang membuat kondisi semakin sulit. Hingga saya terpaksa kembali ke bidang yang sama, namun kali ini jualan premi. Ini juga pengalaman yang tidak bisa saya anggap sepele. Di sana saya jadi paham sekali dengan saham, reksadana, unit link, pergerakannya, kurs, kebijakan ekonomi, dan anehnya hingga kini saya masih update soal itu semua karena ekonomi itu cukup menarik. 


Dalam masa-masa tak tentu arah, saya mencoba peruntungan ke bidang lain. Saya memilih untuk tidak kembali ke jasa keuangan. Perusahaan rokok mengangkut saja jadi tukang rokok keliling. Ternyata tidak semudah yang saya kira, kerja jadi tukang rokok keliling benar-benar berbeda dari segala aspek dibandingkan dengan kantor sebelumnya. Saya berusaha bertahan dengan bermodalkan logika saja tanpa pengalaman di industri rokok bahkan FMCG sebelumnya. Hasilnya ternyata tidak begitu buruk, sedikit-sedikit saya paham juga bagaimana jadi tukang rokok keliling yang baik dan benar.  Surprisingly, ini jadi tempat kerja terlama setelah jadi tukang kredit! Di sini saya justru belajar banyak hal sih, bukan melulu hal yang teknis, tapi lebih kepada pelajaran hidup. Heran, justru pelajaran hidup saya dapat di sini. 

Saya tidak pernah bisa menduga akan rencana-Nya, rasanya semua begitu dinamis dan tak bisa ditebak. Kemudahan dan kesulitan akan selalu ada dimanapun kita berada dan apapun pilihan yang kita pilih. Saya tidak bisa memastikan akan selamanya jadi tukang rokok keliling, saya pun tidak menutup kemungkinan untuk kembali ke tukang kredit atau jualan premi, atau mungkin bidang lain yang tidak pernah saya duga tukang cuci baju mungkin. Pilihan memang bisa membuat kita jatuh dan salah, tapi dari sana saya pribadi bisa belajar untuk sedikit lebih bijak dalam memilih. Semua tergantung diri sendiri, sudah siapkah dengan segala konsekuensinya baik maupun buruk? Hitung kancing ah. 


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengingat

Beberapa hari ini saya banyak mengingat. Aktivitas yang kadang padatnya minta ampun, kadang juga kosongnya bikin ngelamun. Penyakit lupa saya makin menjadi, menurut mitos katanya yang pelupa itu banyak salah ama orangtua. Tapi secara ilmiah ada yang bilang orang pelupa gara-gara kebanyakan makan makanan yang banyak mengandung MSG. Ya meskipun, masih banyak lagi penyebab-penyebab lupa lainnya, yang saya pun belum tau pasti, saya menjadi pelupa seperti ini gara-gara apa. Saya mencoba meningat-ingat apa-apa saja yang terjadi beberapa hari ini, beberapa minggu ini, beberapa bulan ini, dan beberapa tahun ke belakang. Dan begitu banyak yang terjadi, sampai-sampai saya tida bisa mengingat semuanya, hanya kejadian-kejadian yang menimbulkan kesan khusus yang bisa saya ingat, itu pun samar, entah kesan baik, buruk, sedih, senang, takut, dan lainnya. Saya tidak menyangka saya sudah sampai sejauh ini, begitu banyak yang terlewati begitu saja. Saya tidak pernah menyangka apa yang ada di sekitar

Percaya Diri, Am I?

Hello, sudah lama rasanya tidak menuangkan huruf-huruf di blog ini. Daripada keburu usang dan tua saya akan mencoba menulis tentang PD. PD disini bukan mata kuliah Psikodiagnostik (sebuah mata kuliah berseri paling banyak,sampe 7 lho) yang menghiasi sanubari saya selama kuliah melainkan tentang percaya diri. Mungkin akan banyak yang bilang bahwa saya itu memiliki tingkat PD yang tinggi. Kelihatannya mungkin iya tapi nyatanya dan sejujur-jujurnya saya adalah orang yang pemalu dan mudah minder. That's the truth. Tapi sekarang bisa dibilang sudah agak mendingan dibandingkan dulu lho. Dulu waktu TK sampe SD kelas 2an saya masih suka bersembunyi dibalik ketiak Ibu saya ketika ada Om dan Tante yang ke rumah. Atau bersembunyi di kamar dengan jantung berdebar-debar karena takut ditanya (sekarang juga masih sembunyi di kamar tapi dengan alasan yang berbeda). Dan sedikit-sedikit hal itu mulai berubah ketika saya menyadari bahwa tubuh saya tidak cukup lagi untuk bersembunyi di balik ketiak Ib

Sebuah Hari Istimewa

Semua orang pasti memiliki beberapa tanggal dalam hidupnya yang dijadikan sebagai hari istimewa. Hari yang akan terasa berbeda dari biasanya. Hari dimana kita terkadang tidak bisa tidur karena tidak sabar menanti datangnya esok. Hari dimana jantung kita terasa berdebar lebih cepat dari biasanya. Hari dimana kita tidak sabaran untuk segera menemui hari itu. Itulah sesuatu yang disebut istimewa menurut saya. Ada beberapa hari, diantara 365 hari dalam setahun yang kita tandai. Saya pun memilikinya. Beberapa hari istimewa, entah itu berisi kesenangan atau berbalut kesedihan. Karena sesuatu yang istimewa tidak selalu berisi tawa. Sayangnya tidak semua orang bisa paham akan apa yang kita sebut istimewa. Saya berkata setiap kamis istimewa belum tentu orang pun dapat beranggapan sama atau minimal memahami apa yang kita rasakan saat menghadapi hari itu. Seharusnya saya dapat memahami hal itu, tidak merasa keberatan ketika orang lain menganggap hari itu adalah hari yang biasa saja. Tidak berhak