Langsung ke konten utama

Catatan Akhir Perjalanan


Dan inilah akhirnya. Hampir 4 tahun akhirnya saya sampai di sebuah babak final dimana setelah babak itu berakhir saya resmi mencopot status saya sebagai mahasiswa. Tidak seperti SMA, SMP, bahkan SD dimana murid-murid masuk pada hari yang sama dan lulus pada hari yang sama.  Saat berkuliah (S1) mahasiswa-mahasiswanya memang masuk pada hari yang sama namun berakhir di waktu yang berbeda-beda. Semua sudah tumbuh dengan dewasa dengan memilih jalan yang dipilih oleh masing-masingnya. Tidaklah terlalu penting siapa yang cepat siapa yang lama karena semua memiliki rencana masing-masing. Begitupun dengan saya,  saya punya rencana mengapa saya begitu ngototnya untuk lulus sebelum angka 4 tahun ini bergaung.

Saat pertama kali masuk yaitu September 2008, saya punya cita-cita atau mungkin bisa disebut dengan komitmen pada diri sendiri. Saya ingin dapat menyelesaikan studi ini kurang dari 4 tahun atau maksimal 4 tahun saja. Kala itu beberapa teman SMA saya agak ragu dengan cita-cita itu dan menanggap bahwa lulus itu tidak bisa dengan semudah itu. Beruntungnya saya mendapatkan sahabat-sahabat di kampus yang begitu menyenangkan dan memiliki cita-cita yang juga luas. Hal itu membuka mata saya bahwa selagi kita berusaha mimpi itu bukan hal yang tidak mungkin terjadi. Saya bermimpi bersama mereka, menjalin suatu rencana masing-masing dimana kita semua sukses lewat jalur yang diinginkan.

Ah hampir 4 tahun, sebuah waktu yang sebenarnya sangat panjang. Saya jadi ingat ketika saya harus mengikuti ospek kampus hingga jurusan. Lalu mulai berkuliah bertemu dengan teman-teman  baru. Kemudian mengikuti organisasi, membuat film & documenter, sesekali mencoba bernyanyi, dan berbagai pengalaman hingga perjalanan nekat ke Lombok. Itu semua adalah hal-hal yang telah terjadi beberapa tahun silam. Dan kini saya harus melangkahkan kaki menuju akhir perjalanan panjang ini.

Saya tau dengan sangat, perjalanan ini tidak dilalui dengan mulus-mulus saja. Mungkin ada rasa benci, prasangka, dan sebagainya. Saya juga sadar betul bulan-bulan terakhir ini saja seperti memiliki “jarak” cukup jauh dengan sahabat-sahabat saya. Tapi saya selalu mengupayakan agar hubungan ini tidak lantas berakhir ketika masing-masing memiliki “kehidupan” baru. Semoga.

Pada paragraph terakhir ini saya ingin sekali mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya pada semua orang yang mengisi hari-hari saya selama di kampus. Tanpa kalian semua saya mungkin tidak akan menemukan banyak pengalaman yang luar biasa. Tanpa kepercayaan kalian semua saya tidak mungkin bisa menjadi seorang ketua ini dan ketua itu. Tanpa dukungan kalian semua saya tidak mungkin mewujudkan skrip yang saya buat menjadi suatu film. Terima kasih atas semuanya, maaf saya sering mengecewakan kalian semua. Sekali lagi terima kasih, kepada SUBLIMOTION, kepada geng buntal (isma, inel, dedet, ipeh, muna, tika), dan terima kasih terutama untuk kalian berdelapan, Sally, Alita, Sadena, Herlina, Marwan, Dani, Arsy, dan Cubung. Hari-hari bersama kalian merupakan hari-hari yang tak mungkin tergantikan.  Doakan saya dapat mewujudkan cita-cita yang lainnya. 

Komentar

  1. Hihihi. Mau nangis baca posting yang ini. Huhuhu

    BalasHapus
  2. Nulisnya juga sedih banget nel....hiks

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengingat

Beberapa hari ini saya banyak mengingat. Aktivitas yang kadang padatnya minta ampun, kadang juga kosongnya bikin ngelamun. Penyakit lupa saya makin menjadi, menurut mitos katanya yang pelupa itu banyak salah ama orangtua. Tapi secara ilmiah ada yang bilang orang pelupa gara-gara kebanyakan makan makanan yang banyak mengandung MSG. Ya meskipun, masih banyak lagi penyebab-penyebab lupa lainnya, yang saya pun belum tau pasti, saya menjadi pelupa seperti ini gara-gara apa. Saya mencoba meningat-ingat apa-apa saja yang terjadi beberapa hari ini, beberapa minggu ini, beberapa bulan ini, dan beberapa tahun ke belakang. Dan begitu banyak yang terjadi, sampai-sampai saya tida bisa mengingat semuanya, hanya kejadian-kejadian yang menimbulkan kesan khusus yang bisa saya ingat, itu pun samar, entah kesan baik, buruk, sedih, senang, takut, dan lainnya. Saya tidak menyangka saya sudah sampai sejauh ini, begitu banyak yang terlewati begitu saja. Saya tidak pernah menyangka apa yang ada di sekitar

Percaya Diri, Am I?

Hello, sudah lama rasanya tidak menuangkan huruf-huruf di blog ini. Daripada keburu usang dan tua saya akan mencoba menulis tentang PD. PD disini bukan mata kuliah Psikodiagnostik (sebuah mata kuliah berseri paling banyak,sampe 7 lho) yang menghiasi sanubari saya selama kuliah melainkan tentang percaya diri. Mungkin akan banyak yang bilang bahwa saya itu memiliki tingkat PD yang tinggi. Kelihatannya mungkin iya tapi nyatanya dan sejujur-jujurnya saya adalah orang yang pemalu dan mudah minder. That's the truth. Tapi sekarang bisa dibilang sudah agak mendingan dibandingkan dulu lho. Dulu waktu TK sampe SD kelas 2an saya masih suka bersembunyi dibalik ketiak Ibu saya ketika ada Om dan Tante yang ke rumah. Atau bersembunyi di kamar dengan jantung berdebar-debar karena takut ditanya (sekarang juga masih sembunyi di kamar tapi dengan alasan yang berbeda). Dan sedikit-sedikit hal itu mulai berubah ketika saya menyadari bahwa tubuh saya tidak cukup lagi untuk bersembunyi di balik ketiak Ib

Sebuah Hari Istimewa

Semua orang pasti memiliki beberapa tanggal dalam hidupnya yang dijadikan sebagai hari istimewa. Hari yang akan terasa berbeda dari biasanya. Hari dimana kita terkadang tidak bisa tidur karena tidak sabar menanti datangnya esok. Hari dimana jantung kita terasa berdebar lebih cepat dari biasanya. Hari dimana kita tidak sabaran untuk segera menemui hari itu. Itulah sesuatu yang disebut istimewa menurut saya. Ada beberapa hari, diantara 365 hari dalam setahun yang kita tandai. Saya pun memilikinya. Beberapa hari istimewa, entah itu berisi kesenangan atau berbalut kesedihan. Karena sesuatu yang istimewa tidak selalu berisi tawa. Sayangnya tidak semua orang bisa paham akan apa yang kita sebut istimewa. Saya berkata setiap kamis istimewa belum tentu orang pun dapat beranggapan sama atau minimal memahami apa yang kita rasakan saat menghadapi hari itu. Seharusnya saya dapat memahami hal itu, tidak merasa keberatan ketika orang lain menganggap hari itu adalah hari yang biasa saja. Tidak berhak