Langsung ke konten utama

Review: 20th Century Boys The Movie


Yang suka baca komik-komik Jepang biasanya pada tau nama pengarang yang satu ini Urasawa Naoki. Komikus yang terkenal lewat judul-judul seperti Monster, 20th Century Boys, Pluto, dan lain-lain selalu menghipnotis saya dengan cerita-ceritanya yang luar biasa dan mengejutkan. Saya bukan seorang penggila komik, tapi entah kenapa saya selalu antusias untuk membaca komik-komiknya waktu SMA.

20th Century Boys adalah salah satu komik yang paling saya sukai. Ceritanya kompleks, fantastis, dan jenius. Dan saya selalu membayangkan mungkin gay a komik ini difilmkan sepertinya akan keren. Ternyata komik ini telah difilmkan dan saya baru saja menemukan film ini. Terhitung telat sih, karena filmnya sendiri keluar pada tahun 2008.

Awalnya saat saya menonton, saya sempat berpikir, apa mungkin cerita yang sepanjang itu bisa dijadikan satu film. Ternyata saat saya menonton filmnya sampai habis, tiba-tiba muncul bacaan to be continue. Saat saya searching ternyata film ini dibuat menjadi trilogy.

Saat membaca beberapa review dan salah satu komentar di twitter yang mengatakan film ini mengecewakan, saya sempat ikut-ikutan ber-prasangka kalau film ini akan mengecewakan. Ternyata tidak juga. Malahan tokoh-tokoh yang ada di komik sukses diwujudkan dengan nyata dan sesuai dengan bayangan saya kecuali tokoh Kenji yang menurut saya terlalu ganteng untuk menjadi seorang Kenji.

Settingnya pun cukup sesuai dengan yang ada di komik. Dan yang pasti ceritanya benar-benar sesuai tanpa ada perubahan yang aneh. Memang rasanya tidak adil membanding-bandingkan komik dengan film, kita semua tau film dan komik itu berbeda yang satu di kertas yang satu di layar. Tapi karena film ini diangkat dari komik tentu saya akan berkiblat pada apa yang telah saya lihat di komiknya.

Sutradaranya cukup sukses menjalin cerita yang ada, karena di komiknya alurnya benar-benar tidak teratur sehingga agak membingungkan. Sedangkan di film saya tidak terlalu merasa bingung.

Salah satu yang sangat minim di film ini adalah CGI-nya yang keliatan sekali bohongannya. Saya sering bingung dengan efek film-film di Jepang, padahal teknologi berkiblat di Negara tersebut tapi kok dari dulu urusan CGI di film tidak secanggih Hollywood. Padahal katanya film ini mengahabiskan dana bermiliar-miliar. Ya mungkin CGI tidak terlalu menaruh peran penting karena tertutup oleh cerita yang seru.




Secara keseluruhan film ini tidak terlalu mengecewakan. Karena memang komiknya sendiri agak sulit untuk divisualisasikan secara nyata. Saya cukup salut kepada sineasnya. Tapi seandainya saja film ini digarap Hollywood tapi tetap dengan artis dari Jepang mungkin film ini akan spektakuler.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengingat

Beberapa hari ini saya banyak mengingat. Aktivitas yang kadang padatnya minta ampun, kadang juga kosongnya bikin ngelamun. Penyakit lupa saya makin menjadi, menurut mitos katanya yang pelupa itu banyak salah ama orangtua. Tapi secara ilmiah ada yang bilang orang pelupa gara-gara kebanyakan makan makanan yang banyak mengandung MSG. Ya meskipun, masih banyak lagi penyebab-penyebab lupa lainnya, yang saya pun belum tau pasti, saya menjadi pelupa seperti ini gara-gara apa. Saya mencoba meningat-ingat apa-apa saja yang terjadi beberapa hari ini, beberapa minggu ini, beberapa bulan ini, dan beberapa tahun ke belakang. Dan begitu banyak yang terjadi, sampai-sampai saya tida bisa mengingat semuanya, hanya kejadian-kejadian yang menimbulkan kesan khusus yang bisa saya ingat, itu pun samar, entah kesan baik, buruk, sedih, senang, takut, dan lainnya. Saya tidak menyangka saya sudah sampai sejauh ini, begitu banyak yang terlewati begitu saja. Saya tidak pernah menyangka apa yang ada di sekitar

Percaya Diri, Am I?

Hello, sudah lama rasanya tidak menuangkan huruf-huruf di blog ini. Daripada keburu usang dan tua saya akan mencoba menulis tentang PD. PD disini bukan mata kuliah Psikodiagnostik (sebuah mata kuliah berseri paling banyak,sampe 7 lho) yang menghiasi sanubari saya selama kuliah melainkan tentang percaya diri. Mungkin akan banyak yang bilang bahwa saya itu memiliki tingkat PD yang tinggi. Kelihatannya mungkin iya tapi nyatanya dan sejujur-jujurnya saya adalah orang yang pemalu dan mudah minder. That's the truth. Tapi sekarang bisa dibilang sudah agak mendingan dibandingkan dulu lho. Dulu waktu TK sampe SD kelas 2an saya masih suka bersembunyi dibalik ketiak Ibu saya ketika ada Om dan Tante yang ke rumah. Atau bersembunyi di kamar dengan jantung berdebar-debar karena takut ditanya (sekarang juga masih sembunyi di kamar tapi dengan alasan yang berbeda). Dan sedikit-sedikit hal itu mulai berubah ketika saya menyadari bahwa tubuh saya tidak cukup lagi untuk bersembunyi di balik ketiak Ib

Sebuah Hari Istimewa

Semua orang pasti memiliki beberapa tanggal dalam hidupnya yang dijadikan sebagai hari istimewa. Hari yang akan terasa berbeda dari biasanya. Hari dimana kita terkadang tidak bisa tidur karena tidak sabar menanti datangnya esok. Hari dimana jantung kita terasa berdebar lebih cepat dari biasanya. Hari dimana kita tidak sabaran untuk segera menemui hari itu. Itulah sesuatu yang disebut istimewa menurut saya. Ada beberapa hari, diantara 365 hari dalam setahun yang kita tandai. Saya pun memilikinya. Beberapa hari istimewa, entah itu berisi kesenangan atau berbalut kesedihan. Karena sesuatu yang istimewa tidak selalu berisi tawa. Sayangnya tidak semua orang bisa paham akan apa yang kita sebut istimewa. Saya berkata setiap kamis istimewa belum tentu orang pun dapat beranggapan sama atau minimal memahami apa yang kita rasakan saat menghadapi hari itu. Seharusnya saya dapat memahami hal itu, tidak merasa keberatan ketika orang lain menganggap hari itu adalah hari yang biasa saja. Tidak berhak