Langsung ke konten utama

Salah Satu Malam Minggu

Malam Minggu selalu identik dengan waktunya senang-senang. Mulai dari senang-senang dengan keluarga sampai pacar. Meskipun kegiatan itu bukanlah hal yang menjadi kewajiban. Tetapi banyak orang yang melakukan berbagai kegiatan yang sifatnya senang-senang ketika malam Minggu tiba Tidak begitu dengan saya. Mungkin saya adalah satu dari sebagian kecl orang yang tidak banyak melakukan aktivitas pada hari Sabtu malam. Di umur saya yang 20 sekian ini saya tinggal jauh dari keluarga. Teman-teman saya biasanya punya kesibukan tersendiri setiap Minggunya. Sehingga jarang-jarang saya bisa bersama mereka di malam Minggu. Dan tak lupa saya tidak punya pacar atau seseorang yang akan dengan sudi meluangkan waktunya bersama saya di Sabtu malam.

Begitupun Mala mini, jalanan dipenuhi oleh berbagai kendaraan bermotor. Seperti malam Minggu yang lalu-lalu, jalanan selalu ramai oleh orang-orang yang sedang kasmaran. Saya pun ingin membuat malam Minggu ini lebih special di banding dengan Minggu-Minggu sebelumnya. Meskipun sendirian.

Saya memutuskan untuk membeli pizza di salah satu tempat pizza paling komersil di Indonesia. Saya naik angkot dari tempat kost saya berada. Saya sampai di tempat pizaa itu. Hari ini tempat pizza ini begitu ramai. Hanya ada dua meja yang kosong. Saya datang dan disambut dengan ramah oleh seorang pramusaji perempuan yang cantik. Dia mempersilahkan saya memilih-milih pizaa yang akan dibeli.

Setelah saya memilih salah satu pizaa yang pinggirannya semakin tidak berbentuk itu saya disuruh duduk menunggu di salah satu meja. Saya duduk di sebuah meja yang agak besar. Mungkin dikhususkan untuk para pelanggan yang membeli pizza namun dbawa pulang.

Sudah 5 menit berlalu dan saya masih sendiri di meja besar itu, sekarang saya mencoba menyibuka diri daripada terus merasa kikuk karena sendirian. Disebelah meja saya ada sepasang kekasih yang sedang asik-asiknya bermesraan. Hal itu teerlihat dari senyum yang memancar dari bibir si perempuan ketika si laki-laki yang dari meja saya terdengar suaranya. Dugaan saya tepat, laki-laki iu sedang merayu.

Ada pemandangan menarik lainnya. Sekumpulan keluarga besar dan disana ada seorang nenek-nenek yang sudah sangat tua. Dia sedang kesulitan menggigit pizza. Apalagi pizza yang dipesan adalah pizza dengan pinggiran yang merepotkan. Namun anggota keluarga lainnya tidak ada yang peduli dengan kesulitan si Nenek. Yang lain malah asik bercanda dan tertawa.

Pindah ke meja selanjutnya. Masih sebuah keluarga namun ini hanya keluarga tidak kecil juga tidak besar. Dengan personil 5 orang dalam keluarga itu, sebuah Loyang pizza ukuran besar ludes dalam sepersekian detik. Namun dalam Loyang itu ternyata masih ada sepotong pizza lagi. Itulah yang akan menjadi sengkete bagi ketiga anak itu. Saya menebak-nebak siapa yang akan mendapat sepotong pizza terakhir itu.

Namun tiba-tiba pandangan saya terganggu. Ada seseorang yang kini duduk di depan saya, seorang laki-laki yang memesan pizza. Mungkin bernasib sama dengan saya. Badannya menghalangi kompetisi 3 anak itu. Sudah 15 menit, pizza tak kunjung datang. Lama sekali.

Laki-laki berceletuk pada saya. dan berusaha mengajak saya mengobrol. Dan ternyata dia sukses membuat saya ikut dalam arus obrolan yang dibuatnya. Benar dugaan saya dari sedikit obrolan yang dihasilkan saya bisa menyimpulkan dia bernasib sama dengan saya. Obrolan pun berlanjut. Dan semakin mengasyikan.

Sampai-sampa pizza pesanan saya pun datang. Namun karena obrolan yang begitu menyenangkan saya tidak ingin melewatkannnya. Kapan lagi saya bisa menggunakan malam Minggu saya dengan seseorang yang menyenangkan seperti dia. Ditambah dia bisa menjadi teman baru.

Setelah pizza datang saya tidak langsung pergi. Saya menunggu pizzanya datang. Dan dia tampak senang saya ikut menunggu pizza-nya. Obrolan semakin berlanjut. Sekarang kami tertawa-tawa karena mengeluarkan joke-joke sederhana yang kami miliki.

“Gimana kalau kita makan pizza-nya di kostan saya, banyak DVD bagus kok di kostan”. TIba-tiba saya mengajak orang yang baru saya kenal mampir ke kostan saya. Dengan jaminan, sejauh ini dia menyenangkan.Kami pun naik angkot menuju kostan.

Sampailah saya di kostan. Dia saya suruh duduk dan saya sibuk mencari DVD film untuk saya tunjukan dan membiarkan dia memilih film apa yan akan ditonton. Dia pun memilih sebuah film science fiction. Sambil menonton kami memakan pizza yang tadi dibeli. Tidak lupa sambil berceloteh sesekali.

Entah di adegan apa, saya tertidur.

Mungkin saya kelelahan berpikir kemarin sampai-sampai saya tertidur. Dan saat saya bangun dia sudah tidak ada. Mungkin dia pulang. Saya pun membereskan kotak-kotak pizza bekas tadi malam. Dan saya menemukan dompet saya tergeletak disamping kotak pizza. Dan saat saya melihatnya, uang saya hilang 150ribu. Saya melihat kesekitar ruangan sempit ini. Dan tidak ada lagi barang yang hilang.

Saya tidak sedih atau marah sama sekali karena kehilangan uang. Karena mungkin itu harga yang setimpal dengan rasa menyenangkan yang dia beri untuk malam Minggu saya kali ini. Malam Minggu ini sangat berbeda dengan malam Minggu sebelumnya. Ah, bahkan saya tidak tau siapa namanya. Tidak terpikirkan sebelumnya. Apalagi nomer HP. Seandainya saya tau, mungkin saya akan menyuruhnya kesini lagi Minggu depan, dan saya akan menambah bayarannya.

Segitunya ya?

(fiksi)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengingat

Beberapa hari ini saya banyak mengingat. Aktivitas yang kadang padatnya minta ampun, kadang juga kosongnya bikin ngelamun. Penyakit lupa saya makin menjadi, menurut mitos katanya yang pelupa itu banyak salah ama orangtua. Tapi secara ilmiah ada yang bilang orang pelupa gara-gara kebanyakan makan makanan yang banyak mengandung MSG. Ya meskipun, masih banyak lagi penyebab-penyebab lupa lainnya, yang saya pun belum tau pasti, saya menjadi pelupa seperti ini gara-gara apa. Saya mencoba meningat-ingat apa-apa saja yang terjadi beberapa hari ini, beberapa minggu ini, beberapa bulan ini, dan beberapa tahun ke belakang. Dan begitu banyak yang terjadi, sampai-sampai saya tida bisa mengingat semuanya, hanya kejadian-kejadian yang menimbulkan kesan khusus yang bisa saya ingat, itu pun samar, entah kesan baik, buruk, sedih, senang, takut, dan lainnya. Saya tidak menyangka saya sudah sampai sejauh ini, begitu banyak yang terlewati begitu saja. Saya tidak pernah menyangka apa yang ada di sekitar

Percaya Diri, Am I?

Hello, sudah lama rasanya tidak menuangkan huruf-huruf di blog ini. Daripada keburu usang dan tua saya akan mencoba menulis tentang PD. PD disini bukan mata kuliah Psikodiagnostik (sebuah mata kuliah berseri paling banyak,sampe 7 lho) yang menghiasi sanubari saya selama kuliah melainkan tentang percaya diri. Mungkin akan banyak yang bilang bahwa saya itu memiliki tingkat PD yang tinggi. Kelihatannya mungkin iya tapi nyatanya dan sejujur-jujurnya saya adalah orang yang pemalu dan mudah minder. That's the truth. Tapi sekarang bisa dibilang sudah agak mendingan dibandingkan dulu lho. Dulu waktu TK sampe SD kelas 2an saya masih suka bersembunyi dibalik ketiak Ibu saya ketika ada Om dan Tante yang ke rumah. Atau bersembunyi di kamar dengan jantung berdebar-debar karena takut ditanya (sekarang juga masih sembunyi di kamar tapi dengan alasan yang berbeda). Dan sedikit-sedikit hal itu mulai berubah ketika saya menyadari bahwa tubuh saya tidak cukup lagi untuk bersembunyi di balik ketiak Ib

Sebuah Hari Istimewa

Semua orang pasti memiliki beberapa tanggal dalam hidupnya yang dijadikan sebagai hari istimewa. Hari yang akan terasa berbeda dari biasanya. Hari dimana kita terkadang tidak bisa tidur karena tidak sabar menanti datangnya esok. Hari dimana jantung kita terasa berdebar lebih cepat dari biasanya. Hari dimana kita tidak sabaran untuk segera menemui hari itu. Itulah sesuatu yang disebut istimewa menurut saya. Ada beberapa hari, diantara 365 hari dalam setahun yang kita tandai. Saya pun memilikinya. Beberapa hari istimewa, entah itu berisi kesenangan atau berbalut kesedihan. Karena sesuatu yang istimewa tidak selalu berisi tawa. Sayangnya tidak semua orang bisa paham akan apa yang kita sebut istimewa. Saya berkata setiap kamis istimewa belum tentu orang pun dapat beranggapan sama atau minimal memahami apa yang kita rasakan saat menghadapi hari itu. Seharusnya saya dapat memahami hal itu, tidak merasa keberatan ketika orang lain menganggap hari itu adalah hari yang biasa saja. Tidak berhak