Langsung ke konten utama

Tanah Perantau diguncang (lagi)

Di hari Rabu sore, Sumatra Barat dan sekitarnya dilanda gempa 7, 6 SR. Bukan gempa yang kecil. Gempa yang berlangsung sore itu sukses menghancurkan ribuan rumah dan ratusan gedung, tak lupa terselip korban jiwa didalamnya. Yang membuat Saya semakin pilu adalah, bagaimanapun saya lahir di Bukittinggi. Dan dalam tubuh saya mengalir deras darah minang. Dan disana pula saudara-saudara dan Kakek saya tinggal. Bukan saya mau terlalu memuji-muji tanah kelahiran dan asal kelahiran saya. Sumatra Barat adalah merupakan provinsi yang memiliki alam yang begitu indah. Banyak tempat wisata tersedia disana. Dan dari berita yang saya dengar, Sumbar sedang mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat. Di Sungaipuar kampong asal Ayah saya, baru saja mendapat predikat sebagai daerah paling produktiv di Indonesia. Dan katanya pada hari itu akan diadakan perayaan besar. Namun sayang ditengah majunya ekonomi dan perayaan akan kemakmuran, Sumbar harus rela diguncang gempa. Mungkin Tuhan memberi bencana ini bukan tanpa maksud. Mungkin ini adalah teguran dari yang diatas agar tidak terlena saat berada di atas angin.

Tayangan-tayangan di TV membuat saya makin merasa pilu. Entah kenapa rasa pilu ini lebih dalam rasanya ketika bencana melanda kampong halaman sendiri. Saat gempa di Aceh, Jogya, Tasik, rasa pilu tidak terlalu sedalam ini. Apalagi mendengar kabar dari saudara saya yang katanya kesulitan bahan makanan. Katanya mereka hanya punya cadangan makanan untuk beberapa hari saja. Ada saudara yang lain, malah yang tersisa hanya beras. Dimana mereka bisa membeli bahan makanan kalau pasar pun ikut hancur. Kabar lain dari kakek saya, yang Istrinya sedang pergi keluar saat gempa sedang terjadi dan saat gempa kakek saya hanya pasrah digoyang oleh tanah. Untungnya tidak ada dari keluarga saya yang meninggal. Namun buka berarti saya lega begitu saja, kesulitan akan lebih melanda setelah bencana usai. Bertahan untuk hidup ditengah bencana bukan hal yang gampang untuk banyak orang. Orangtua saya hari itu ingin ke Padang membantu saudara yang lain, tapi tentu saya dan yang lain menentang. Menurut saya, kalaupun datang kesana tidak membawa keahlian apapun yang bisa membantu, malah tambah bikin repot keluarga di sana. Tapi katanya Ayah saya tetap akan berangkat dalam waktu dekat.


Ini bukan pertama kalinya Sumbar dilanda gempa. Tapi ini yang paling dahsyat. Oleh karena itu saya mohon doa dan bantuan dari seluruhnya. Meskipun masih banyak yang punya penilaian jelek terhadap orang Minang. Tapi tidak bisa dipungkiri juga, para perantau dari minang telah banyak memberikan kontribusi pada tiap daerah yang didatanginya, sadar atau tidak sadar. Jadi sama-sama kita doain ya, semoga mereka bisa terus bertahan. Apalagi ditambah isu-isu bakaln ada gempa yang lebih dahsyat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Solo Traveling (part 1)

Hei apa kabar my dearest blog? Wah sudah dua tahun ya tidak ada posting sama sekali di blog ini. Bukan tidak ingin untuk menulisa lagi, hanya saja hmmmmm. Okey mari kita lewati memberikan berbagai macam alasan untuk tidak menulis, sekarang saya akan sedikit memberikan pengalaman saya seputar jalan-jalan. Rasanya sudah cukup lama sih tidak menulis sesuatu yang bersifat informatif di blog ini. Tulisan-tulisan terakhir saya berisi cerita-cerita fiksi, keluh kesah, puisi, dan hal-hal yang mungkin kurang informatif dan bermanfaat (tapi cukup menghibur kan?). Bukan sok nasionalis sih, tapi emang Indonesia itu negara yang luas dan punya banyak sekali tempat-tempat yang bisa dikunjungi.   Saya tiba-tiba baru sadar bahwa saya sudah terlalu sering jalan-jalan. Memang sih saya belum bisa dikategorikan sebagai backpacker sejati atau traveler akut. Apalagi kalau mau adu jumlah negara yang dikunjungi, duh saya masih cupu sekali. Selain karena waktu dan ehem budget, saya lebih fokus u

Review: The Other Boleyn Girl

I give 4,5 star from 5 for this movie. Wow. Satu lagi jajaran film yang masuk film kategori “sangat bagus” menurut saya. Saya baru berkesempatan menonton film ini hari ini. Dan ternyata tidak pernah ada kata terlambat untuk film bagus. Ceritanya sendiri sangat complicated, bukan sekedar cinta, tapi juga melibatkan nafsu, ambisi, politik, humanity, dan berbagai kata lain yang akan muncul setelah saya menonton film ini.Film ini sendiri diangkat dari sebuah novel dengan judul yang sama karangan dari Philippa Gregory. Saya sebenarnya agak kebingungan apakah ini kisah nyata atau hanya fiksi sebagaian berkata ini fiksi namun ada beberapa hal yang memang bersumber dari sejarah Inggris. Tapi kali ini saya bukan mau concern ke sejarahnya melainkan ke film nya (tapi penasaran dengan sejarah aslinya). Film ini sendiri bukanlah film yang baru sudah ada dari tahun 2008 di luar negeri sana. Saya kurang tau nasib film ini di Indonesia, apa sudah beredar atau tidak. Film ini bercerita tentang sebuah

8 Hari Jelang Premiere

Ternyata saya mengalami ketakutan luar biasa jelang premiere. Takut kalau filmnya malah dihujat orang, takut kalau dengar selentingan "Ih filmnya ga banget deh". Takut juga denger "Duh Sutradaranya payah nih". Dan komentar-komentar lainnya yang bisa menyayat hati. Sumpah. Ini baru pertama kalinya film pendek yang saya sutradarai di putar secara umum. Dan ternyata rasanya lebih fantastis. saya malah jadi takut jangan-jangan tidak ada yang mau nonton film "Senja" lagi. Wajarkan ya kalau sutradara amatir semacam saya mengalami kegugupan ini? Mudah-mudahan saja semua berjalan lancar. Acaranya banyak yang datang dan tidak mengecewakan. Amien