Selasa, hari itu saya ada 2 janji yang harus dilaksanakan. Satu proposal, kedua janji bertemu dengan seorang teman. Proposal sebenarnya sudah selesai, tapi karena ada kesalahan komunikasi sehingga harus dibongkar ulang. Sehingga proposal-proposal itu harus dibawa kembali untuk diperbaiki.
Paginya kuliah, sambil menunggu jam 11, ngumpul bareng temen-temen yang lain. Dan berangkat lah ke Pagarsih. Urusan proposal beres, saya pun kembali menuju Setiabudi. Saya sempat membayangkan bagaimana ya kalau saya jatuh dari motor. Dan tanpa diduga sebuah angkot yang sedang ngebut menyerempet atau menyenggol [apapun istilahna], dan BRUK, saya tersungkur dengan indahnya. Pikiran jadi kenyataan Saya yang masih belum ngeh kalau saya jatuh, dengan sok kuat dan tegarnya berdiri tanpa kelihatan ada yang sakit, motor saya matikan. Jaim.
Lalu mengambil bebrapa proposal yang berserakan, dan bantuan yang telat datang pun mengangkat motor saya ke pinggir. Saya terlihat biasa-biasa saja saat di lokasi. Langsung liat HP, dan inilah momen yang membingungkan. Jujur saya kebingungan, siapa yang harus saya hubungi? Saya berpikir cukup lama. Momen tadi membuat saya tergelitik sendiri. Dan membuat berpikir ulang akan semua konsep yang saya punya. Keraguan benar-benar muncul, tapi buru-buru saya singkirkan. Saya mencoba menghidupkan motor, tapi tidak hidup-hidup. saya coba SMS salah satu teman. Dan tidak ada balasan,tapi terus saya paksakan menyalakan mesin motor, untungnya tidak lama motor pun nyala. Takut, teman baru baca SMS, saya beri pesan lagi, untuk tidak usah kesini. Masih dengan wajah yang biasa, menahan sakit akibat terbanting ke jalan. Saya sampai ke kost’an teman. Barulah saya berani mengeluarkan ekspresi kesakitan. Kedua teman masih sempat menolong. Lukanya cukup banyak, tapi yang paling sakit sebenarnya badan. Ngilu diseluruh badan. Untung saja orang rumah mau menjemput. Terpaksa janji kedua dibatalkan. Orangtua begitu khawatir, terutama Ibu, saya mendapat perhatian ekstra. Di mobil pakai sarung dan ditanya-tanya, saya jadi ingat waktu disunat dulu. Persis. Semua kakak langsung menelpon. Dan ngumpul. Malamnya saya dibawa ke dokter dan diberi beberapa obat.
Esoknya saudara ada yang berdatangan, aduh berita cepat sekali menyebar. Padahal Alhamdulillah tidak parah. Tapi saya senang juga, ternyata masih banyak yang peduli.
Ngilunya dan pegal-pegalnya, lama sekali hilangnya. Saya tidak mau diurut. Mudah-mudahan, tidak ada yang aneh terjadi pada tubuh saya. Amien.
Mengkonstruksi ulang seluruh konsep, haha, terlalu manis. Yang buru-buru saya singkirkan waktu itu, ternyata benar adanya. Untung belum terlalu jauh.
Paginya kuliah, sambil menunggu jam 11, ngumpul bareng temen-temen yang lain. Dan berangkat lah ke Pagarsih. Urusan proposal beres, saya pun kembali menuju Setiabudi. Saya sempat membayangkan bagaimana ya kalau saya jatuh dari motor. Dan tanpa diduga sebuah angkot yang sedang ngebut menyerempet atau menyenggol [apapun istilahna], dan BRUK, saya tersungkur dengan indahnya. Pikiran jadi kenyataan Saya yang masih belum ngeh kalau saya jatuh, dengan sok kuat dan tegarnya berdiri tanpa kelihatan ada yang sakit, motor saya matikan. Jaim.
Lalu mengambil bebrapa proposal yang berserakan, dan bantuan yang telat datang pun mengangkat motor saya ke pinggir. Saya terlihat biasa-biasa saja saat di lokasi. Langsung liat HP, dan inilah momen yang membingungkan. Jujur saya kebingungan, siapa yang harus saya hubungi? Saya berpikir cukup lama. Momen tadi membuat saya tergelitik sendiri. Dan membuat berpikir ulang akan semua konsep yang saya punya. Keraguan benar-benar muncul, tapi buru-buru saya singkirkan. Saya mencoba menghidupkan motor, tapi tidak hidup-hidup. saya coba SMS salah satu teman. Dan tidak ada balasan,tapi terus saya paksakan menyalakan mesin motor, untungnya tidak lama motor pun nyala. Takut, teman baru baca SMS, saya beri pesan lagi, untuk tidak usah kesini. Masih dengan wajah yang biasa, menahan sakit akibat terbanting ke jalan. Saya sampai ke kost’an teman. Barulah saya berani mengeluarkan ekspresi kesakitan. Kedua teman masih sempat menolong. Lukanya cukup banyak, tapi yang paling sakit sebenarnya badan. Ngilu diseluruh badan. Untung saja orang rumah mau menjemput. Terpaksa janji kedua dibatalkan. Orangtua begitu khawatir, terutama Ibu, saya mendapat perhatian ekstra. Di mobil pakai sarung dan ditanya-tanya, saya jadi ingat waktu disunat dulu. Persis. Semua kakak langsung menelpon. Dan ngumpul. Malamnya saya dibawa ke dokter dan diberi beberapa obat.
Esoknya saudara ada yang berdatangan, aduh berita cepat sekali menyebar. Padahal Alhamdulillah tidak parah. Tapi saya senang juga, ternyata masih banyak yang peduli.
Ngilunya dan pegal-pegalnya, lama sekali hilangnya. Saya tidak mau diurut. Mudah-mudahan, tidak ada yang aneh terjadi pada tubuh saya. Amien.
Mengkonstruksi ulang seluruh konsep, haha, terlalu manis. Yang buru-buru saya singkirkan waktu itu, ternyata benar adanya. Untung belum terlalu jauh.
Komentar
Posting Komentar