Dan sampailah kita menuju akhir bulan penuh cerita ini, Ramadhan. Selain bulan penuh berkah yang berlimpah. Bulan ini juga penuh cerita, entah itu bisa dibilang cerita edisi Ramadhan atau lebih parahnya season Ramadhan seperti Cinta Fitri.
Jujur saja, saya orang yang cukup males punya masalah yang banyak dan ga jelas. Kalo punya masalah yang jelas, dan dimengerti letak salahnya saya masih bersemangat buat menyelesaikannya. Entah itu masalah antar individu, masalah antar Kelompok, bahkan masalah individu dalam stu kelompok yang mengakibatkan terbentuknya kelompok lagi. Awalnya mungkin cukup jelas letak permasalahannya, sederhana saja ketidaknyamanan dalam beberapa hal. Yang sudah sering dipermasalahkan, selesai satu dua hari lalu berlanjut di hari berikutnya. Ditambah hal-hal yang sebenarnya sudah “lama” namun makin menyengsarakan hati. Itu sih menurut sudut pandang saya pribadi ya. Dan tulisan ini pun bukan mewakili siapapun juga, murni dari olahan otak pribadi.
Dan saya pribadi lumayan males mempersulit sebuah masalah, kalo ada ya dibawa ketawa atau pura-pura engga dianggap aja. Ceritanya magh sabar. Tapi semakin kesini semakin salah jalur ini masalah. Masalah yang awalnya A, malah dikira B. Ditambah oknum-oknum yang semakin memperkeruh segalanya. Dalam sebuah masalah sifat plin-plan yang dimiliki tolong jangan dipakai. Takut-takut malah mempersulit masalah. Dari plin-plan, prasangka, sampai salah mengerti.
Tau ga apa sebenarnya pengertian dari kata intropeksi diri, berkhianat, diam, atau ajaran agama?
Saya benar-benar tertawa saat melihat bahwa masalah ini sudah didramatisir tingkat tinggi. Cukuplah mendramatisir masalah pribadi, tapi kalo masalah sebuah kelompok, rumitkan jadinya?
Tolong cari lagi definisi kata-kata tadi. Setelah benar-benar paham, barulah keluarkan lagi istilah itu di tempat yang pas. Saya tau benar tentang sejauh mana pengetahuan agama yang saya miliki dan memang benar jika diukur mungkin saya rendah dalam ilmu agama, tapi saya tau hal-hal besar mana yang boleh mana yang tidak. Alangkah lucunya masalah agama jadi ikut diseret secara kasar, kan kasian ajaran agama yang ada untuk kesejahteraan umat bersama malah dibawa-bawa demi kepentingan pribadi. Apa agama hanya dijadikan pertahanan diri dikala berada di situasi terjepit?
Sebenarnya kita Cuma butuh bicara teman-teman. Cuma rasanya banyak yang sudah kapok untuk bicara lagi. Mengingat efektivitas dari “omongan” itu sudah tidak long lasting. Apalagi ditambah salah persepsi yang muncul dan ditambah kompor sana-sini. Jadinya kita malah panas sendiri. Seperti yang saya bilang tadi, saya kurang suka terlalu serius dalam menghadapi masalah, hidup itu udah rumit dan serius, jadi udah lah dramatisirnya. Sesekali marah atau sedih saya pun sebagai manusia biasa sering mengalaminya, tapi kok malah dijadikan senjata utama dalam menarik perhatian? Berawal dari self handicapping sampai-sampai ber-delusi? Ajaib bukan, mempesulit diri sendiri dijadikan hobi, dijadikan daya tarik, hei cara-cara seperti itu mungkin bisa menarik diawal tapi semua manusia dikaruniai otak untuk berpikir. Berbohong itu bukan takut lho, tapi berani, ingat sangat berani!
Kita masing-masing masuki diri sendiri, saya pun bukan manusia tanpa salah. Saya yakin banyak pihak-pihak yang mungkin bisa tersinggung akan tulisan ini, juga ditambah perilaku saya yang kadang bikin naik darah. Saya pun bukan yang paling benar. Tapi niat saya dalam menulis ini untuk meredakan masalah. Saya harap ada gunanya, kalaupun tidak berguna saya tetap akan berusaha mencari jalan keluarnya. Cukup ya season Ramadhan-nya. Sekarang kita back to reality. Kalaupun mau membuat hidup ini lebih seru tolong pikirkan masalah yang lebih rasional atau lebih menarik lagi. Kalau belum bisa membuat hal yang seperti itu harap hidup sesuai kenyataan, tidak dikurang-kurangi tidak dilebih-lebihkan. Mudah-mudahan bisa ya.
Sebelum saya mengakhiri tulisan ini saya mau mohon maaf atas kesalahan-kesalahan yang terjadi, atas kata-kata yang mungkin menyakiti hati banyak orang namun buka sakit hati-nya yang jadi tujuan saya. Maaf yang sebesar-besarnya. Permintaan maaf ini bukan sekedar basa-basi atau ikut-ikutan. Tapi saya benar-benar minta maaf agar ibadah yang saya lakukan bisa berakhir dengan lengkap. Mohon dimaafkan. Dan semua bisa selesai pada waktu yang tepat. Amien.
Komentar
Posting Komentar