Langsung ke konten utama

CERITA

Sedari kecil Ije sangat ingin menjadi seorang penulis, karena ia ingin menajdi penulis, maka ia sering-sering membaca buku. Ia sering membaca buku agar ilmunya di bidang tulis menulis semakin banyak. Dan suatu saat jika ilmu yang dia punya sudah dirasa cukup, ia baru akan mulai menulis. Dan ia sangat bertekat suatu hari karya akan menjadi sebuah novel legendaries. Itulah mimpinya. Suatu hari ia menemukan sebuah buku, buku itu tipis, berjudul “Cerita”, novel itu ditulis oleh seseorang bernama Kael. Nama penulis yang asing bagi Ije. Ije melihat cover buku itu, hanya berwarna abu-abu polos, dan kata “Cerita” yang berwarna hitam, cover yang sangat sederhana. Ije semakin penasaran akan buku tersebut. Lalu ia mulai membuka halaman pertama buku itu. ia mulai membaca cerita yang ada dalam buku itu. Dikisahkan ada seorang anak laki-laki yang punya impian jadi seorang penulis. Suatu hari ia diberikan sebuah buku berjudul “Cerita”, ia mulai membaca cerita itu, dalam buku itu bercerita tentang seorang pria dewasa yang punya impian menjadi seorang penulis sejak ia kecil, lalu suatu hari seorang anak kecil memberi sebuah buku berjudul “Cerita”, ia mulai membaca kisah yang ada dalam buku tersebut, dan…dan…dan….

Ije mengerutkan dahinya saat membaca buku itu, ia merasa dipermainkan oleh buku tersebut, cerita seperti itu tidak layak dibukukan, buku yang sangat mengecewakan. Namun rasa penasaran menuntut Ije untuk membacanya lebih lanjut, akhirnya Ije tetap mencoba membaca kembali. Di bab selanjutnya, bercerita tentang, ada seorang remaja laki-laki yang ingin menjadi penulis, dia punya prinsip akan mulai menulis ketika ilmu yang ia punya sudah terkumpul banyak. Lalu suatu saat ia diberi sebuah buku oleh ayahnya, berjudul “Cerita”, dan..dan…dan..

Ije geram, ia mulai kesal membaca buku yang berjudul “Cerita”, seolah-olah setiap kata yang ada dalam buku itu mengikat kencang-kencang kepalanya, sampai ia tidak bisa melepaskan pikirannya sedikit pun dari buku itu. Ia berteriak, merasa ditipu, merasa bodoh, telah membaca buku yang tidak jelas ceritanya itu, hanya sebuah kisah yang berulang-ulang. Ije berpikir penulisnya pasti sudah gila, sinting, atau mungkin ia kehabisan ide, iya kehabisan ide. Ije tertawa terbahak-bahak, kenapa ia harus merasa dipermainkan oleh penulis buku tersebut, mungkin ia sudah kehabisan ide. Tidak seperti dirinya yang sangat kaya akan ide. Ije tertawa, lalu melempar buku itu dengan keras. Ia merasa sudah siap untuk menulis sekarang, pasti bisa lebih baik dari Kael, Ije sangat yakin akan hal itu, Ije yakin ia pasti bisa membuat karya yang lebih bermutu, dengan senyum tipis ia memutuskan untuk mulai menulis sekarang. Ije mulai menulis kata demi kata, dalam paragraf pertama tertulis kisah seorang anak laki-laki yang punya impian untuk menjadi seorang penulis dan suatu hari ia diberikan sebuah buku yang berjudul “Cerita”.

Ije terkulai lemas. Mati rasa.

Komentar

  1. hoo...

    merasa dipermainkan gung?
    sama siapa???
    selalu analogi dan analogi..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengingat

Beberapa hari ini saya banyak mengingat. Aktivitas yang kadang padatnya minta ampun, kadang juga kosongnya bikin ngelamun. Penyakit lupa saya makin menjadi, menurut mitos katanya yang pelupa itu banyak salah ama orangtua. Tapi secara ilmiah ada yang bilang orang pelupa gara-gara kebanyakan makan makanan yang banyak mengandung MSG. Ya meskipun, masih banyak lagi penyebab-penyebab lupa lainnya, yang saya pun belum tau pasti, saya menjadi pelupa seperti ini gara-gara apa. Saya mencoba meningat-ingat apa-apa saja yang terjadi beberapa hari ini, beberapa minggu ini, beberapa bulan ini, dan beberapa tahun ke belakang. Dan begitu banyak yang terjadi, sampai-sampai saya tida bisa mengingat semuanya, hanya kejadian-kejadian yang menimbulkan kesan khusus yang bisa saya ingat, itu pun samar, entah kesan baik, buruk, sedih, senang, takut, dan lainnya. Saya tidak menyangka saya sudah sampai sejauh ini, begitu banyak yang terlewati begitu saja. Saya tidak pernah menyangka apa yang ada di sekitar

Percaya Diri, Am I?

Hello, sudah lama rasanya tidak menuangkan huruf-huruf di blog ini. Daripada keburu usang dan tua saya akan mencoba menulis tentang PD. PD disini bukan mata kuliah Psikodiagnostik (sebuah mata kuliah berseri paling banyak,sampe 7 lho) yang menghiasi sanubari saya selama kuliah melainkan tentang percaya diri. Mungkin akan banyak yang bilang bahwa saya itu memiliki tingkat PD yang tinggi. Kelihatannya mungkin iya tapi nyatanya dan sejujur-jujurnya saya adalah orang yang pemalu dan mudah minder. That's the truth. Tapi sekarang bisa dibilang sudah agak mendingan dibandingkan dulu lho. Dulu waktu TK sampe SD kelas 2an saya masih suka bersembunyi dibalik ketiak Ibu saya ketika ada Om dan Tante yang ke rumah. Atau bersembunyi di kamar dengan jantung berdebar-debar karena takut ditanya (sekarang juga masih sembunyi di kamar tapi dengan alasan yang berbeda). Dan sedikit-sedikit hal itu mulai berubah ketika saya menyadari bahwa tubuh saya tidak cukup lagi untuk bersembunyi di balik ketiak Ib

Sebuah Hari Istimewa

Semua orang pasti memiliki beberapa tanggal dalam hidupnya yang dijadikan sebagai hari istimewa. Hari yang akan terasa berbeda dari biasanya. Hari dimana kita terkadang tidak bisa tidur karena tidak sabar menanti datangnya esok. Hari dimana jantung kita terasa berdebar lebih cepat dari biasanya. Hari dimana kita tidak sabaran untuk segera menemui hari itu. Itulah sesuatu yang disebut istimewa menurut saya. Ada beberapa hari, diantara 365 hari dalam setahun yang kita tandai. Saya pun memilikinya. Beberapa hari istimewa, entah itu berisi kesenangan atau berbalut kesedihan. Karena sesuatu yang istimewa tidak selalu berisi tawa. Sayangnya tidak semua orang bisa paham akan apa yang kita sebut istimewa. Saya berkata setiap kamis istimewa belum tentu orang pun dapat beranggapan sama atau minimal memahami apa yang kita rasakan saat menghadapi hari itu. Seharusnya saya dapat memahami hal itu, tidak merasa keberatan ketika orang lain menganggap hari itu adalah hari yang biasa saja. Tidak berhak