Suatu hari di sebuah langit yang redup, dengan minim sekali cahaya di
Ternyata gadis itu memang badannya saja yang kecil, rapuh, kurus malah, sebenarnya umurnya tidak jauh beda dengan laki-laki itu. Gadis itu tampak begitu menyedihkan, terlalu sendu untuk ukuran gadis jaman sekarang. Ia sudah tidak tidur selama 6 hari, katanya, matanya tidak mau menutup walau hanya semenit. Matanya terus mencoba menatap dunia ini. Pantas saja, matanya terlihat lelah. Laki-laki itu makin prihatin, ia ingin menolongnya, lalu laki-laki itu menawarkan untuk tidur di kasurnya yang paling empuk. Sebuah kasur yang bisa membuat orang-orang bisa tidur berjam-jam. Laki-laki itu berkata bahwa setengah nikmat dunia ada di kasur itu. Gadis itu mulai tertarik. Dan akhrinya memutuskan untuk pergi ke rumah laki-laki itu. Dalam perjalanan laki-laki itu melihat bekas luka di sekujur tangannya, luka itu terlihat baru, gadis itu mengaku bahwa Ibu nya telah menyakitinya, keluarganya telah menghukumnya karena kesalahan yang tidak pernah ia ketahui. Laki-laki itu sebenarnya sudah tidak sanggup mendengar kisahnya, betapa malangnya nasib gadis itu, tapi gadis itu terus bercerita tentang tragisnya hidup yang ia alami. Badannya yang sudah sangat lemah tetap memaksakan diri untuk bercerita, suaranya semakin serak, semakin habis. Ia tidak makan selama 4 hari, pantas saja ia begitu kurus, katanya, teman-temannya menghukumnya untuk tidak makan, lagi-lagi atas kesalahan yang tidak pernah ia ketahui. Laki-laki itu heran, mungkinkah ada yang setega itu, apakah mungkin?
Sampailah mereka pada sebuah rumah, berwarna hitam pudar, dipenuhi lampu-lampu kecil, membuat suasana malam menjadi remang-remang. Laki-laki itu mempersilahkan sang gadis masuk, dituntunnya ia pada sebuah kamar. Kamarnya cukup besar, dengan tembok berwarna putih, begitu terang, sampai-sampai matanya tak sanggup melihat tembok lama-lama, silau. Di kamar itu ada sebuah kasur yang cukup besar. Kasur itu terlihat nyaman sekali. Gadis itu pun mulai naik ke atas kasur. Ia merasa cukup nyaman, ia harap rasa lelahnya bisa hilang. Karena tidak ingin mengganggu, sang laki-laki memutuskan untuk meninggalkan gadis yang baru ia temui itu sendiri. Namun sebelum menutup pintu kamar, gadis itu berkata dengan lirih.
Bahwa Ibunya memang menyakitinya, namun tidak pernah memukulnya, atau membuat tubuhnya terluka. Keluarganya tidak benar-benar menghukumnya, tapi ia merasa dihakimi dengan kejam. Teman-temannya, tidak benar-benar melarangnya makan. Hanya saja setiap kehadiran mereka gadis itu tidak pernah merasa lapar, ia sudah cukup kenyang, sehingga ia tidak butuh lagi sesendok nasi. Laki-laki itu kebingungan, lalu luka itu. Gadis itu mengaku bahwa ia menggores tangannya dengan benda-benda yang cukup tajam, dan tak jarang pula ia menyayatnya. Setiap ia merasa seperti terhukum oleh masalah hidupnya, setiap ia merasa tersakiti, lebih baik badannya yang sakit daripada hatinya sesak dipenuhi tekanan luar biasa. Laki-laki itu hanya mengkerutkan dahinya, pertanda heran, lalu ia bertanya pada gadis itu, dimana teman-temanya? Katanya, teman-temannya pun sudah pergi meninggalkannya.
“Kemana?’ lanjut laki-laki itu.
“Saya yang mengantarkan mereka tadi sebelum bertemu denganmu, saya antar mereka menuju tempat terakhir manusia ada”
Laki-laki itu bingung. Dia mulai merasa takut akan kehadiran gadis itu. Lalu laki-laki itu menyarankan gadis itu untuk mulai mencoba tidur saja. Dan sang laki-laki pun menutup pintu kamar itu.
Gadis itu mencoba menikmati setengah kenikmatan dunia, ia mulai menutup matanya yang benar-benar sudah lelah.
Komentar
Posting Komentar