Langsung ke konten utama

lalu.

Suatu hari di sebuah langit yang redup, dengan minim sekali cahaya di sana. Duduk seorang laki-laki muda, sedang memperhatikan dengan seksama pemandangan di depannya. Raut wajahnya menunjukan betapa seriusnya ia memperhatikan kejadian itu. Di hadapannya kini ada seorang gadis kecil, meliriknya dengan pelan, lirikan gadis itu tak bisa membuat laki-laki itu berpaling sedetikpun, lirikan halus itu benar-benar mengikat. Gadis itu tampak kedinginan, wajahnya pucat pasi, tanpa ada rona, namun gadis itu mencoba tersenyum, senyumannya pun hanya seadanya, malah kurang. Laki-laki itu pun membalas senyum pahit itu, dengan sambutan beberapa kalimat perkenalan. Awalnya gadis kecil itu tidak mengeluarkan sedikit kata pun. Namun setelah beberapa saat ia mulai banyak bercerita tentang dirinya.

Ternyata gadis itu memang badannya saja yang kecil, rapuh, kurus malah, sebenarnya umurnya tidak jauh beda dengan laki-laki itu. Gadis itu tampak begitu menyedihkan, terlalu sendu untuk ukuran gadis jaman sekarang. Ia sudah tidak tidur selama 6 hari, katanya, matanya tidak mau menutup walau hanya semenit. Matanya terus mencoba menatap dunia ini. Pantas saja, matanya terlihat lelah. Laki-laki itu makin prihatin, ia ingin menolongnya, lalu laki-laki itu menawarkan untuk tidur di kasurnya yang paling empuk. Sebuah kasur yang bisa membuat orang-orang bisa tidur berjam-jam. Laki-laki itu berkata bahwa setengah nikmat dunia ada di kasur itu. Gadis itu mulai tertarik. Dan akhrinya memutuskan untuk pergi ke rumah laki-laki itu. Dalam perjalanan laki-laki itu melihat bekas luka di sekujur tangannya, luka itu terlihat baru, gadis itu mengaku bahwa Ibu nya telah menyakitinya, keluarganya telah menghukumnya karena kesalahan yang tidak pernah ia ketahui. Laki-laki itu sebenarnya sudah tidak sanggup mendengar kisahnya, betapa malangnya nasib gadis itu, tapi gadis itu terus bercerita tentang tragisnya hidup yang ia alami. Badannya yang sudah sangat lemah tetap memaksakan diri untuk bercerita, suaranya semakin serak, semakin habis. Ia tidak makan selama 4 hari, pantas saja ia begitu kurus, katanya, teman-temannya menghukumnya untuk tidak makan, lagi-lagi atas kesalahan yang tidak pernah ia ketahui. Laki-laki itu heran, mungkinkah ada yang setega itu, apakah mungkin?

Sampailah mereka pada sebuah rumah, berwarna hitam pudar, dipenuhi lampu-lampu kecil, membuat suasana malam menjadi remang-remang. Laki-laki itu mempersilahkan sang gadis masuk, dituntunnya ia pada sebuah kamar. Kamarnya cukup besar, dengan tembok berwarna putih, begitu terang, sampai-sampai matanya tak sanggup melihat tembok lama-lama, silau. Di kamar itu ada sebuah kasur yang cukup besar. Kasur itu terlihat nyaman sekali. Gadis itu pun mulai naik ke atas kasur. Ia merasa cukup nyaman, ia harap rasa lelahnya bisa hilang. Karena tidak ingin mengganggu, sang laki-laki memutuskan untuk meninggalkan gadis yang baru ia temui itu sendiri. Namun sebelum menutup pintu kamar, gadis itu berkata dengan lirih.

Bahwa Ibunya memang menyakitinya, namun tidak pernah memukulnya, atau membuat tubuhnya terluka. Keluarganya tidak benar-benar menghukumnya, tapi ia merasa dihakimi dengan kejam. Teman-temannya, tidak benar-benar melarangnya makan. Hanya saja setiap kehadiran mereka gadis itu tidak pernah merasa lapar, ia sudah cukup kenyang, sehingga ia tidak butuh lagi sesendok nasi. Laki-laki itu kebingungan, lalu luka itu. Gadis itu mengaku bahwa ia menggores tangannya dengan benda-benda yang cukup tajam, dan tak jarang pula ia menyayatnya. Setiap ia merasa seperti terhukum oleh masalah hidupnya, setiap ia merasa tersakiti, lebih baik badannya yang sakit daripada hatinya sesak dipenuhi tekanan luar biasa. Laki-laki itu hanya mengkerutkan dahinya, pertanda heran, lalu ia bertanya pada gadis itu, dimana teman-temanya? Katanya, teman-temannya pun sudah pergi meninggalkannya.

“Kemana?’ lanjut laki-laki itu.

“Saya yang mengantarkan mereka tadi sebelum bertemu denganmu, saya antar mereka menuju tempat terakhir manusia ada”

Laki-laki itu bingung. Dia mulai merasa takut akan kehadiran gadis itu. Lalu laki-laki itu menyarankan gadis itu untuk mulai mencoba tidur saja. Dan sang laki-laki pun menutup pintu kamar itu.

Gadis itu mencoba menikmati setengah kenikmatan dunia, ia mulai menutup matanya yang benar-benar sudah lelah.


Keesokan hari-nya, laki-laki itu membuka pintu kamar dan melihat gadis itu tidur dengan pulasnya, tentu saja karena setengah kenikmatan dunia ada di sana. Gadis itu tampak benar-benar tenggelam dalam kenyamanan kasur itu, Namun laki-laki itu pun menyadari, gadis itu benar-benar tidur, sampai ia tidak mau bangun lagi. Karena ia lelah. Benar saja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengingat

Beberapa hari ini saya banyak mengingat. Aktivitas yang kadang padatnya minta ampun, kadang juga kosongnya bikin ngelamun. Penyakit lupa saya makin menjadi, menurut mitos katanya yang pelupa itu banyak salah ama orangtua. Tapi secara ilmiah ada yang bilang orang pelupa gara-gara kebanyakan makan makanan yang banyak mengandung MSG. Ya meskipun, masih banyak lagi penyebab-penyebab lupa lainnya, yang saya pun belum tau pasti, saya menjadi pelupa seperti ini gara-gara apa. Saya mencoba meningat-ingat apa-apa saja yang terjadi beberapa hari ini, beberapa minggu ini, beberapa bulan ini, dan beberapa tahun ke belakang. Dan begitu banyak yang terjadi, sampai-sampai saya tida bisa mengingat semuanya, hanya kejadian-kejadian yang menimbulkan kesan khusus yang bisa saya ingat, itu pun samar, entah kesan baik, buruk, sedih, senang, takut, dan lainnya. Saya tidak menyangka saya sudah sampai sejauh ini, begitu banyak yang terlewati begitu saja. Saya tidak pernah menyangka apa yang ada di sekitar

Percaya Diri, Am I?

Hello, sudah lama rasanya tidak menuangkan huruf-huruf di blog ini. Daripada keburu usang dan tua saya akan mencoba menulis tentang PD. PD disini bukan mata kuliah Psikodiagnostik (sebuah mata kuliah berseri paling banyak,sampe 7 lho) yang menghiasi sanubari saya selama kuliah melainkan tentang percaya diri. Mungkin akan banyak yang bilang bahwa saya itu memiliki tingkat PD yang tinggi. Kelihatannya mungkin iya tapi nyatanya dan sejujur-jujurnya saya adalah orang yang pemalu dan mudah minder. That's the truth. Tapi sekarang bisa dibilang sudah agak mendingan dibandingkan dulu lho. Dulu waktu TK sampe SD kelas 2an saya masih suka bersembunyi dibalik ketiak Ibu saya ketika ada Om dan Tante yang ke rumah. Atau bersembunyi di kamar dengan jantung berdebar-debar karena takut ditanya (sekarang juga masih sembunyi di kamar tapi dengan alasan yang berbeda). Dan sedikit-sedikit hal itu mulai berubah ketika saya menyadari bahwa tubuh saya tidak cukup lagi untuk bersembunyi di balik ketiak Ib

Sebuah Hari Istimewa

Semua orang pasti memiliki beberapa tanggal dalam hidupnya yang dijadikan sebagai hari istimewa. Hari yang akan terasa berbeda dari biasanya. Hari dimana kita terkadang tidak bisa tidur karena tidak sabar menanti datangnya esok. Hari dimana jantung kita terasa berdebar lebih cepat dari biasanya. Hari dimana kita tidak sabaran untuk segera menemui hari itu. Itulah sesuatu yang disebut istimewa menurut saya. Ada beberapa hari, diantara 365 hari dalam setahun yang kita tandai. Saya pun memilikinya. Beberapa hari istimewa, entah itu berisi kesenangan atau berbalut kesedihan. Karena sesuatu yang istimewa tidak selalu berisi tawa. Sayangnya tidak semua orang bisa paham akan apa yang kita sebut istimewa. Saya berkata setiap kamis istimewa belum tentu orang pun dapat beranggapan sama atau minimal memahami apa yang kita rasakan saat menghadapi hari itu. Seharusnya saya dapat memahami hal itu, tidak merasa keberatan ketika orang lain menganggap hari itu adalah hari yang biasa saja. Tidak berhak