Tinggal beberapa tahun lagi, gue akan benar-benar memasuki dunia orang dewasa yang sesungguhnya. Gugup. Pasti. Semakin tau, apa-apa saja yang terjadi pada kehidupan orang-orang dewasa yang sebenarnya banyak yang belum pantas disebut dewasa, gue semakin takut untuk masuk kedalamnya. Pernikahan, bisnis, keluarga, dan berbagai masalah, gue bukan tipe orang yang seneng punya masalah banyak demi eksistensi, dan gue orang yang cepet panik kalau-kalau ada masalah menghampiri. Itu berarti gue ga siap untuk masuk ke gerbang itu, karena siapa yang jamin kehidupan gue nanti bisa lebih baik dari sekarang? Kita ga pernah tau, yang selalu kita tau adalah harapan-harapan kita nanti, menjadi kaya, punya keluarga bahagia, dicintai orang-orang, menjadi panutan, dan harapan manis lainnya. Itu bagi manusia-manusia yang punya harapan, kalau yang tidak? Gue rasa mereka itu akan lebih cepat, dalam 2 hal, cepat adaptasi jika terjadi sesuatu yang lebih buruk dan yang kedua cepat untuk mengakhiri hidup yang semakin tidak ada artinya. Gue, masih punya harapan yang tinggi. Mengejar cita-cita indah seperti di film atau di cerita-cerita sekarang yang banyak menjual mimpi, ataupun dengan jargon, banyak-banyaklah bermimpi, sampai kita tau mimpi kita yang membuat kita lupa akan segalanya, mimpi kita itu yang nanti mengubah diri kita tanpa ampun, mimpi kita itu nanti yang melahirkan masalah-masalah baru, mimpi kita yang nanti akan membuat kita terlena akan hidup, mimpi kita yang nanti membuat kita mati dan terkubur dalam-dalam. Haruskah kita bermimpi?
Untuk memasukinya dunia orang dewasa saja, takut, gugup, ketidakyakinan, selalu mengikat gue dengan erat. Mengejar kesempuranaan, haha, mau sampai mampus, “sempurna” Cuma sebuah kata, yang aneh. Yang membuat orang saling menusuk demi kata itu.
Masa bodoh.
***Lalu, pernahkah kalian membayangkan apa yang terjadi saat kalian mati?
Dan sudah siapkah kalian mati? Mengingat dosa gue yang segunung, fiuhh.
Gue ngebayangin, apa ya yang terjadi kalo gue mati atau lebih halusnya meninggal. Yang pasti, keluarga gue nangis-nangis, karena ga ada lagi yang ribut di rumah, ga ada lagi orang yang ngelawan terus, sedih kah mereka?
Teman-teman ataupun kenalan, akankah mereka semua datang berbondong-bondong sedih kehilangan gue? Menangis karena tidak ada lagi yang menyebalkan, menangis karena tidak ada lagi badut, menangis karena tidak ada lagi yang bisa dikambinghitamkan atas masalah-masalah angkatan, Cuma itu? Apakah arti gue sebatas itu? Gue ga pernah tau, tapi yang gue rasa gue belum cukup bisa berarti buat banyak orang, gue belum bisa berbuat banyak buat orang lain ya karena gue dianggap bodoh, gue belum punya cukup makna di pikiran orang-orang, dan yang gue bayangin, kalau gue meninggal nanti, seberapa lama nama gue diinget? Haha, paling sebulan, lalu terlupakan. Artinya, seorang, yang kayak gue, yang bisa berperan jadi penghibur, hanya akan diingat sebentar, sok tau ya gue, ya itu yang gue yakini sekarang. Masihkah gue bermimpi jadi orang yang punya makna? Lelah.
Bagaimana dengan kalian?
Siap?
gung, asalnya inel mau nge-post tentang kematian, dan kira-kira hampir mirip dengan yang kamu posting. ternyata, harapan kematian seperti apa yang diinginkan benar-benar wajar untuk dipikirkan.
BalasHapusPS.parahan aku, percaya Tuhan, tapi jarang sholat. :p