Langsung ke konten utama

Kambing Jantan, Q-fest, dan jalan-jalan di waktu subuh


Wah, bener-bener degh, 2 hari kemaren gue kerjaannya maen, mulai dari nonton Kambing Jantan trus dilanjutkan dengan nonton di Q-fest [festival film yang isinya film-film tentang Lesbian, Gay, Transgender, etc], dan bangun jam setengah 3 pagi buat pergi jalan-jalan keliling Bandung [meskipun ga ke semua daerah di Bandung] yagh tapi rute cukup jauh lagh buat orang kayak gue yang jarang olahraga, sukses buat paha gue pegel.

Di awali di hari Jum’at, tanggal 6 Maret 2009, emang udah direncanain dari awal, kalo gue beserta seluruh temen-temen gue [seluruh: marwan, dani, cubung, dena, itha, sally, ina], minus Arsy [lagi cosplay ke Jakarta], bakalan nonton film ini, kalo kemaren-kemaren niatan nonton film ga jadi-jadi gara-gara jadwal kuliah dan hujan yang datang terus menerus. Tapi kali ini musti jadi [maksa], akhirnya segh jadi, cuaca yang mendukung. Dan setelah sekian lama gue naik angkot lagi, kangen berat gue naek angkot. Di angkot seperti biasa jadi yang paling berisik, serasa angkot milik sendiri [haha], apalagi kalo sally ama itha udah bareng behhhh. Pas di angkot kita dapet info dari pasangan baru [dani-ina] kalo kita kebagian film yang jam 5. ya udah kita memutuskan buat pergi ke Q-fest dulu. Pas nyampe di sana, kita semua cuma liat-liat foto duank, yang menurut gue segh ada beberapa yang keren banged. Dan pas di sana Dena tiba-tiba nanya “Gung, si FA, kayaknya yang pake baju putih”, pas gue liat, jadi curiga juga, wah jangan-jangan itu lagi, dan pas kita lagi liat-liat bukunya “Heterophobia”, ada yang mas-mas ngomong tentang promo bukunya. “kalo beli bukunya hari ini bias ketemu sama pengarangnya langsung”. Dan gue ga kepikiran kalo mas-mas yang itu tugh FA. Pas malem kita kesana lagi abis nonton Kambing Jantan [lumayan lagh film-nya, cukup menghibur]. Alita yang rencananya mau beli buku itu, nanyain ke panitianya, masih ada atau ga-nya. Dan kata Itha segh, panitianya bisik-bisik kalo mas “H”-nya udah pulang. Jeng-jeng, pas tadi siang yang nge-promosiin tugh buku, si mas-mas itu ngenailin diri pake nama “H” juga, jangan-jangan itu FA. Tapi itu Cuma dugaan kita semua yang penasaran duank. Ga tau yang baju putih atau bisa jadi yang promo. Dan kita semua pulang dari sana jam 9 malem abis nonton film dari Spanyol, “Spinin”. Film tentang gay yang pengen punya anak. Kalo kata gue segh bagus filmnya, angle-nya bagus-bagus, ceritanya juga, dan potongan-potongan per-scene nya yang kasar [keren segh, tapi kadang-kadang mengganggu].

Pulang naek angkot, dengan muka lusuh, perut laper, kepala pusing.

“Kayaknya ada yang kurang degh?”
“Siapa?”
“..”

Sabtu, 7 Maret

Bangun jam setengah 4, mandi, dengan kondisi masih ngantuk berat. Dan dinginnya air berhasil buat gue melek beberapa menit. Dan ngantuk lagi. Apalagi ditambah sama ke-telat-an Itha dan Dena. Jadi aja tambah ngantuk, yang asalnya berangkat jam 4, jadi jam 5.
Kita berangkat naek angkot dan tetep jadi yang paling rebut. Katannya segh, sampe ditegur Ibu kost-nya marwan. Gara-gara berisik [dugh Mar, maap2 kalo ribut]. Kita jalan dari ujung jalan Cihampelas trus naek ke fly over. Ketakutan gue akan ketinggian lumayan ga kerasa [kenapa kalo naek motor, kerasanya tinggi banget], kita jalan dan terus berjalan, dengan rute, fly over-tamansari-merdeka-braga-alun-alun-tempat kupat.

Cape yang pasti, tapi seru lagh. Ketawa-ketawa sepanjang jalan, ngelakuin gerakan-gerakan aneh bin ajaib. Jalan di tengah jalan, ga peduli ama orang-orang sekitar, yang mungkin nganggep kita kayak anak SMA. Tapi, mari kita ubah, jadi dewasa ga musti mendadak kalem, toh outlook ga ngejamin ke-dewasa-an seseorang. Dengan jadi apa adanya, malah membawa kita menuju ke-dewasa-an yang sesungguhnya. [ngelindur lo gunk]

Cape agh.

Kayak sinetron.


[salah satu foto, yang bisa di-edit, gimana?]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Solo Traveling (part 1)

Hei apa kabar my dearest blog? Wah sudah dua tahun ya tidak ada posting sama sekali di blog ini. Bukan tidak ingin untuk menulisa lagi, hanya saja hmmmmm. Okey mari kita lewati memberikan berbagai macam alasan untuk tidak menulis, sekarang saya akan sedikit memberikan pengalaman saya seputar jalan-jalan. Rasanya sudah cukup lama sih tidak menulis sesuatu yang bersifat informatif di blog ini. Tulisan-tulisan terakhir saya berisi cerita-cerita fiksi, keluh kesah, puisi, dan hal-hal yang mungkin kurang informatif dan bermanfaat (tapi cukup menghibur kan?). Bukan sok nasionalis sih, tapi emang Indonesia itu negara yang luas dan punya banyak sekali tempat-tempat yang bisa dikunjungi.   Saya tiba-tiba baru sadar bahwa saya sudah terlalu sering jalan-jalan. Memang sih saya belum bisa dikategorikan sebagai backpacker sejati atau traveler akut. Apalagi kalau mau adu jumlah negara yang dikunjungi, duh saya masih cupu sekali. Selain karena waktu dan ehem budget, saya lebih fokus u

Review: The Other Boleyn Girl

I give 4,5 star from 5 for this movie. Wow. Satu lagi jajaran film yang masuk film kategori “sangat bagus” menurut saya. Saya baru berkesempatan menonton film ini hari ini. Dan ternyata tidak pernah ada kata terlambat untuk film bagus. Ceritanya sendiri sangat complicated, bukan sekedar cinta, tapi juga melibatkan nafsu, ambisi, politik, humanity, dan berbagai kata lain yang akan muncul setelah saya menonton film ini.Film ini sendiri diangkat dari sebuah novel dengan judul yang sama karangan dari Philippa Gregory. Saya sebenarnya agak kebingungan apakah ini kisah nyata atau hanya fiksi sebagaian berkata ini fiksi namun ada beberapa hal yang memang bersumber dari sejarah Inggris. Tapi kali ini saya bukan mau concern ke sejarahnya melainkan ke film nya (tapi penasaran dengan sejarah aslinya). Film ini sendiri bukanlah film yang baru sudah ada dari tahun 2008 di luar negeri sana. Saya kurang tau nasib film ini di Indonesia, apa sudah beredar atau tidak. Film ini bercerita tentang sebuah

8 Hari Jelang Premiere

Ternyata saya mengalami ketakutan luar biasa jelang premiere. Takut kalau filmnya malah dihujat orang, takut kalau dengar selentingan "Ih filmnya ga banget deh". Takut juga denger "Duh Sutradaranya payah nih". Dan komentar-komentar lainnya yang bisa menyayat hati. Sumpah. Ini baru pertama kalinya film pendek yang saya sutradarai di putar secara umum. Dan ternyata rasanya lebih fantastis. saya malah jadi takut jangan-jangan tidak ada yang mau nonton film "Senja" lagi. Wajarkan ya kalau sutradara amatir semacam saya mengalami kegugupan ini? Mudah-mudahan saja semua berjalan lancar. Acaranya banyak yang datang dan tidak mengecewakan. Amien